OLEH: DASRIELNOEHA
Sang Komandan bukanlah seorang jenderal.
Dan bahkan kopral pun tidak.
Ia memang tidak punya pangkat apapun tersandang di bahunya. Ia orang sipil dan hanya orang biasa saja. Bila seorang jenderal, yang tentara, mengepalai sebuah pasukan komando. Biasanya sang jenderal memegang sebuah tongkat komando.Tanda kekuasaannya adalah sebuah pagar atau garis merah yang memagari sebuah bintang atau dua buah bintang pangkat di pundaknya. Tanda ini adalah memang tanda “kekuasaan” seorang tentara di republik kita ini. Ia akan kita jumpai pada pundak seorang kepala Staff Angkatan, Komandan Tentara Daerah, Komandan Rayon, Komandan Distrik, Komando Armada, Komandan Pangkalan, atau Komando Kapal Perang. Semuanya dilengkapi pula dengan tongkat komando masing-masing
Komandan kita ini tidak mempunyai semua atribut itu. Karena ia bukanlah seorang komandan tentara.
Lalu komandan apa ia? Dan apakah ia juga mempunyai anak buah? Apakah ia juga bisa memerintah anak buahnya seperti seorang komandan tentara?
Baiklah, kita kupas sedikit tentang kawan kita ini. Tentang kenapa ia dipanggil anak buahnya Komandan. Anak buahnya selalu menjawab “Siap Komandan”, bila ia menyuruh mengerjakan sesuatu. Persis seperti jawaban seorang prajurit tentara bila menerima perintah dari komandannya.
Komandan kita ini, sebut sajalah ia sebagai Bapak X. Ia adalah seorang sipil biasa yang tentu saja bukanlah seorang militer. Kalaulah ia “menyerupai” seorang militer, itu karena dalam cara ia dan bagaimana ia mengatur anak buahnya. Itu “mungkin” karena pengaruh darah militer yang memang mengalir di pembuluhnya.
Ayah dari Bapak X adalah seorang tentara benaran. Ia pernah memegang jabatan seorang komandan, beliau kini sudah alamrhum. Beliau adalah bekas seorang pejuang yang ikut membela negara semasa penjajahan Jepang di republik ini.
Pada saat Bapak X, si komandan kita kelas tiga SMA di sebuah kota di Sumatera Barat sana, ia pernah mengikuti testing masuk AKABRI. Di tingkat daerah ia lolos dan terus ke Magelang. Namun sayang ia tidak jadi masuk akademi militer meneruskan pendidikan ketentaraannya itu. Ia tidak mendapat ijin dari ayahnya yang memang masih aktif dinas waktu itu. Kenapa bisa begitu? Dulu itu untuk mendaftar masuk Akabri, bisa menggunakan ijin wali. Bapak X mendapatkan ijin wali itu dari seorang komandan batalyon tentara yang kebetulan sangat kenal dengan ayahnya. Komandan tentara ini kebetulan bertugas di kota yang sama. Dan kebetulan pula adalah bekas anak buah beliau. Namun, di Magelang untuk meneruskan ke akademi harus mendapatkan ijin asli secara tertulis dari orang tua. Dan bapak X tidak mendapatkannya, dan malahan ayahnya mencabutnya dari calon prajurit taruna dengan sebuah TR atau telegram rahasia. Dan batallah bapak X menjadi prajurit.
Ayahnya tidak mau anaknya menjadi tentara. Karena menurut ayahnya yang tentara itu, menjadi tentara akan hidup menderita. Tugas berat sedangkan imbalan gaji kecil sekali. Tugas tentara adalah berhadapan dengan maut. Kamu tidak boleh menjadi tentara kata ayahnya sewaktu bapak X masih di SMP.
"Kamu adalah anakku yang pertama dan harus bisa maju dan menjadi orang berguna. Kamu saya harapkan mendapat penghasilan lumayan. Semoga kamu untuk menghidupi keluarga kita, adik-adikmu dan ibumu. Kita ini keluarga miskin. Saya menjadi tentara sejak jaman Jepang adalah karena saya dan pakcikmu susah mendapatkan makan di kampung. Kakekmu adalah petani biasa. Kami mendaftar menjadi tentara karena harus mendapat makan.
Kamu harus mejadi seorang insinyur. Kamu harus menjadi orang kaya. Kamu harus bisa membangkitkan batang terandam”, demikian wejangan ayahnya sebelum berangkat ke Riau tempat ia bertugas.
Demikianlah, ia telah gagal di Magelang. Akhirnya dengan menumpang sebuah truk yang membawa buah dan bawang ia menuju Bandung. Di Bandung ia menumpang di sebuah asrama mahasiswa. Kemudian ia siap-siap mendaftar ke ITB dan Unpad. Dengan bekal uang yang sangat tipis, dan berhemat dengan hanya makan sekali sehari, ia mengikuti testing masuk perguruan tinggi. Dengan pertolongan Tuhan dan modal kepintaran akhirnya ia diterima di ITB.
Hatinya kembali bertunas setalah sempat kuncupnya layu saat ia tidak jadi masuk akademi ketentaraan.
Dengan pertolongan pamannya yang bekerja di Caltex Riau, ia berhasil mendapatkan beasiswa perusahaan minyak itu. Di Bandung ia tetap berjuang mencoba bisa bertahan dengan uang pas-pasan dari beasiswa untuk bisa terus kuliah. Caranya ialah dengan bekerja menjadi tenaga Satpam di sebuah gudang, selama tiga hari dalam seminggu. Ia berdinas malam hari, karena siang ia harus kuliah. Dengan demikian ia berhasil menamatkan kuliahnya dengan nilai yang cukup baik. Dan bahkan ia berhasil mendapatkan pekerjaan di perusahaan minyak yang memberinya bea siswa dulu.
Hidupnya sekarang berubah. Dari seorang mahasiswa miskin yang hidup senin-kamis di Bandung, akhirny ia dilantik pada sebuah acara wisuda. Ia sekarang menjadi seorang insinyur. Kemudian ia bekerja di sebuah perusahaan minyak asing dengan gaji yang lumayan.
Ia mengakui dalam hatinya, bahwa ayahnya benar. Kalau ia tetap di akademi militer dan dilantik menjadi perwira tentu saja gajinya tidak sebesar yang ia terima sekarang. Dengan gajinya sebagai seorang drilling engineer ia bisa mengirim ibunya dan ayahnya yang sudah pensiun saat itu.
Dan setahun kemudian iapun menikah.
Demikianlah perjalanan hidup sang komandan kita. Setelah bertugas sekitar sepuluh tahun dalam bidang pengeboran di beberapa perusahaan minyak, baik di Indonesia dan luar negeri, akhirnya ia bekerja disebuah perusahaan minyak di Kalimantan.
Pada perusahaan terakhir ia diserahi tugas untuk mengepalai sebuah pasukan pengaman perusahaan.
Itulah mulanya Bapak X “menjabat sebagai Komandan” di unit kerja di sebuah perusahaan minyak. Jadilah ia sebagai Bapak satu unit pasukan pengamanan yang beranggotakan sekitar 200 orang satuan pengaman perusahaan yang dalam istilah umum disebut Satpam, sedangkan perusahaan minyak itu menyebutnya sebagai Unit Security Perusahaan.
Pada saat ia memasuki unit kerja yang baru ini, ia memang dipanggil oleh Presiden perusahaan, dan dimintakan kesanggupannya.
Pada mulanya ia menyatakan bahwa ia tidak punya pengalaman memimpin anggota pengamanan, hanya ia punya pengalaman memimpin anggota logistics perusahaan dalam hal melaksanakan tugas bidang trasportasi, logistics base, impor-export, mobilisasi drilling equipment, yang mempunyai anggota sekitar 100 orang.
Presiden perusahaan mengatakan bahwa pengalamannya dalam memimpin anggota logistics itulah yang dibutuhkan perusahaan untuk memimpin unit yang lebih besar dan tanggung jawab yang lebih besar yaitu untuk mengamankan aset perusahaan.
Demikianlah dengan berbekalkan pengalaman lapangan dibidang pengeboran dan logistics itulah sebagai modal baginya untuk memimpin unit kerja baru ini, yang berintikan anggota satpam.
Jadilah ia Kepala Satpam.
Sejak itulah ia disapa anak buahnya dengan sebutan “Komandan”
Jadilah ia Sang Komandan.
SELAMAT DATANG KOMANDAN
Pada pagi itu ia datang dan hadir di kantor barunya. Kantor Unit Pengaman Perusahaan yang waktu tahun 1994 itu masih berstatus Services Security. Di perusahaan ini ada hierarchy unit kerja atau rantai komando, mulai dari komando tertinggi dibawah Presiden perusahaan yaitu, Divisi, Departemen, Service, dan Section.
Service Security waktu itu berada dibawah Departemen Administrasi. Kepala Departemen Administrasi.
Service Security ini tadinya dipimpin oleh seorang bekas perwira Angkatan Laut. Bapak E, dipindahkan oleh perusahaan ke kantor pusatnya di Jakarta. Bapak E sekitar enam bulan lagi akan memasuki masa pensiun.
Operasi Security sehari-hari dilaksanakan oleh seorang Kepala Operasi. Ia juga bekas seorang perwira Angkatan Laut. Bapak RM namanya.
Pada saat Sang Komandan datang, Bapak RM seakan “tidak suka”. Diam-diam Bapak RM rupanya berambisi menjadi pimpinan Service Security.
“Selamat datang Komandan”, itu sapaan pertama Bapak RM pagi itu.
“Selamat pagi Pak RM”, balas Sang Komandan.
Wajah tegang kelihatan di wajah Bapak RM. Sang Komandan paham akan situasi ini. Pernah Bapak E mengingatkan hal ini padanya.
Sang Komandan rupanya lebih bijaksana.
“Bapak RM yang terhormat”, Sang Komandan mulai pengarahannya.
“Pagi ini saya memulai tugas saya yang dibebankan oleh perusahaan. Saya mengerti bahwa saya tidak menguasai ilmu security. Saya hanyalah orang sipil biasa. Dibanding Bapak RM, saya ini tidak ada apa-apanya. Namun, saya yakin, dengan adanya Bapak E dan Bapak RM yang akan membimbing saya, kita bersama dapat mencapai misi yang dibebankan perusahaan ini kepada unit kerja ini. Mulai hari ini saya mengangkat Bapak RM sebagai guru saya. Dalam jabatan boleh saja Bapak RM bawahan saya. Namun dalam menghadapi pasukan dan langkah kemajuan yang diharapkan, Bapak adalah Mentor dan Penasehat saya. Bagimana pendapat bapak.
Pada mulanya Bapak RM kelihatan agak gugup. Ia terdiam. Susah kelihatannya ia untuk berbicara.
“Komandan”, demikian Bapak RM memulai. Mohon maaf saya mengutarakan isi hati saya. Sejak saya mulai masuk keperusahaan sejak lima tahun yang lalu, memang saya bercita-cita untuk menjadi kepala unit kerja security ini”, demikian Bapak RM memulai kisahnya.
“Dulu Bapak berdinas di Angkatan Laut kata Pak E pada saya, benarkah Pak?
“Benar”.
“Terus kenapa Bapak tidak melanjutkan kedinasan”.
“Waktu itu saya diperbantukan sebagai perwira pengawas pada sebuah perusahaan konstruksi lepas pantai di Batam. Itu kira-kira delapan tahun yang lalu. Pangkat saya adalah Mayor Pelaut. Saya sempat bertugas selama tiga tahun. Kemudian saya harus kembali pe pangkalan TNI AL di Jakarta. Satu bulan sebelum saya mengkahiri tugas saya, seorang superintendent perusahaan yang orang Kanada, menawarkan kepada saya untuk tetap bekerja sebagai Liason Officer perusahaan ke Kantor Pemerintahan. Akhirnya tawaran itu saya terima. Dan saya resmi mengundurkan diri dari kesatuan. Sayang setelah proyek pembangunan sebuah jacket atau platform pesanan sebuah perusahaan minyak di Kalimantan itu selesai, selesai pulalah kerja saya. Karena perusahaan hanya me-stand-by kan buruh ahli yaitu para insinyur untuk proyek baru yang akan datang. Kami sebagai tenaga “support”, mereka “release” dengan uang pesangon. Saya masih bernasib baik waktu itu. Seorang pengawas perusahaan minyak itu, seorang insinyur muda tamatan ITB Bandung, menasihatkan saya untuk mencoba melamar ke perusahaannya.
Demikianlah Pak, saya melamar kesini. Dan setelah melewati beberapa wawancara, saya diterima menjadi Kepala Operasi Security dibawah pimpinan Bapak E”, demikian cerita Bapak RM.
“Bapak benar adalah orang terhormat dimata saya”, Bapak X mulai memasukkan pengaruh psikologis kepada Bapak RM.
“Kenapa Bapak berpendapat begitu”, Bapak RM mulai tertarik. Ia menggeser kursinya agak merapat ke meja pimpinannya itu. Ia mulai serius mendengarkan atasannya kini. Dalam hatinya ia mulai merasakan getaran panas. Perasaan yang tadinya akan memfrontalkan ia dengan atasannya, kini mulai pelan-pelan memudar dari relung hatinya. Hatinya juga sudah mulai mendingin. Dan bahkan serasa ada angin sejuk mulai menghembus pada sudut yang tadi panas itu. Sudut itu kini mulai terasa sejuk. Matanya terasa lebih terang kini.
“Mohon maaf saya bertanya, umur Bapak sdudah berapa sekarang?, tanya Bapak X dengan nada yang lembut namun tetap sebagai nada seorang Komandan.
“Sudah memasuki lima puluh empat, dua tahun lagi saya akan pensiun”, Pak RM menjawab dengan suara yang lembut dan terdengar seperti kebapakan.
“Pantas saya memanggil Bapak, karena saya lebih muda dua puluh tahun dari Bapak. Dan ayah saya hanya lebih tua tujuh tiga tahun dari Bapak. Ayah saya dulu juga seorang tentara. Ia terakhir berdinas di Riau sebagai Komandan Distrik Militer. Ia kemudian meminta pensiun dini dari dinas aktif.
Ayah saya dari rumpun Angkatan Darat”, Bapak X mulai mendekati Bapak RM dengan jurus yang langsung mematikan.
“Oh, sampaikan salam hornat saya kepada beliau”, Bapak RM langsung berdiri dan mengangkat tangan kanannya dan merapatkan kesisi dahi kanannya. Ia melakukan salut militer.
“Terima kasih Pak, saya balaskan salam hormat ayah saya juga pada Bapak”, kata Bapak X sambil mengacungkan tangannya. Bapak RM menyambutnya dan mereka bersalaman. Mereka sekarang telah menjadi akrab. Akrab antara “seakan anak” dengan “seakan bapak”. Akrab antara seorang Koandan dengan Bawahan. Itulah keakraban yang terjadi karena ada pendekatan persudaraan. Tidak ada lagi sekat diantara mereka kini.
Terlihat ada titik kecil air bening menggantung disudut mata Bapak RM. Ia menoleh keluar jendela. Ia kini berdiri. Ia berjalan mendekati jendela itu.
Sementara itu Nani masuk keruangan. Nani adalah sekretaris Service Security. Orangnya cantik dan lincah.
“Bapak mau minum apa”, tanya Nani.
“Tanya Bapak RM dulu, beliau harus Nani layani dulu, baru saya. Beliau kan lebih senior dari saya”.
Bapak RM membalikkan badannya. Ia menyorotkan mata kekaguman pada Komandannya.
“Saya minta kopi ya Nan”, kata Bapak RM.
“Kalau begitu saya juga kopi deh, saya harus mengikuti “bapak saya”, kembali tembakan mitraliur psikologis meluncur dari bibir Sang Komandan.
“Baik pak”, Nani keluar ruangan.
Tiba-tiba Bapak RM mendekati Bapak X. Dia merangkul Sang Komandan.
“Pak maafkan saya, tadi saya sudah berniat tidak baik pada Bapak. Terus terang hati saya tadinya tidak mau menerima Bapak sebagai Kepala Security. Namun kini semuanya rupanya itu adalah sebuah kesalahan besar. Bapak memang pantas memikul tanggung jawab pengamanan perusahaan ini. Walau Bapak masih muda, tapi jiwa Bapak jauh lebih tua dan agung dari saya. Jiwa saya terasa kerdil. Itu mungkin karena “kebiasaan” prajurit saya. Sekali lagi maafkan saya”, Bapak RM kembali duduk.
“Bapak adalah guru saya. Saya yang masih muda ini adalah pantas menjadi murid Bapak. Bapak adalah guru besar saya dalam bidang Security. Bimbing dan ajarilah saya. Tegur saja bila saya salah dalam memimpin anak buah. Ibaratnya saya seorang Jenderal Muda yang akan memimpin pasukan ke medan perang. Bapak adalah Jenderal Besar yang akan memberikan saya peta medan dan kompas untuk mengatur perjalanan pasukan. Mari kita pimpin pasukan kita bersama-sama. Target saya adalah mengangkat Service Security ini menjadikan levelnya lebih tinggi. Security harus menjadi sebuah Departemen. Sehingga kita bisa mengkordinasikan kekuatan pasukan kita yang ada di lapangan dan yang bertugas dikantor dan perumahan. Tolong buatkan saya skematik alur operasinya. Siapkan juga orang-orang yang pantas untuk memimpin regu. Tunjuk wakil Bapak untuk mengkoordinasikan semua satuan tugas”, langsung Bapak X memberikan komando.
“Siap pak, laksanakan”, kembali Bapak RM memberikan salut militer.
Nani masuk membawa dua cangkir kopi. Harumnya kopi pagi itu. Membangkitkan selera minum pagi “dua komandan” yang telah menjadi bapak dan anak dalam ruangan itu.
Nani merasa heran. Tidak biasanya ia melihat wajah Pak RM seperti yang ia saksikan barusan.
“Ada apa ya”, pikir Nani dalam hatinya. Yang ia tahu Bapak RM adalah orangnya garang, dan katanya selalu ketus dan bahkan sering kasar.
“Hmm”, Nani bergumam. “Mungkin “otak” pak RM telah dicuci oleh Bapak X”, Nani kembali ke mejanya.
“Baik Pak, silahkan Bapak kembali melanjutkan tugas”, Bapak X memerintah dengan lembut berwibawa.
“Siap, kembali. Assalamualaikum”.
“Selamat Pagi Komandan”
“Selamat tugas, Wassalamualaikum.
CERITA NANI
Nani adalah sekretaris departemen security. Berarti Nani adalah sekretaris Sang Komandan.
Tiba-tiba Nani memasuki ruangan saya.
“Permisi pak, apa boleh saya duduk”,
Nani langsung menghenyakkan pantatnya yang seksi itu di kursi di depan meja kerja saya. Nani memang seksi. Ia adalah seoran wanita asal Jawa Tengah yaitu Solo. Solo memang gudangnya wanita ayu. Ayu dan lembut serta langkahnya gemulai.
Sang Komandan teringat masa kuliahnya du lu di Bandung.
“Kamu pasti suka kalau sudah tahu keunggulan wanita Solo”, demikian kata Wahyu teman kuliah saya waktu di Bandung. Ketika kami membicarakan tetangga sebelah kos di Kubang Sekeloa. Dyah, demikian nama gadis anak Hukum Unpad yang sering jadi pembicaraan kami waktu itu. Dyah, memang gadis ayu, hitam manis dengan rambut lebat terurai. Tubuhnya tinggi semampai. Wajahnya itu, yang sering membuat aku bermimpi bermain di rerumputan di depan kampusku di Ganesha. Sayang, aku tidak punya kekuatan untuk mendekati Dyah. Sebenarnya aku menyenanginya. Cuma, aku takut kalau dia tidak menerima cintaku. Maklum, aku mahasiswa miskin. Walau aku punya merek yang bisa aku banggakan di depan gadis-gadis Bandung. Aku ganteng, dan juga mahasiswa ITB. Namun, semua itu gak cukup buat aku bawa sebagai modal untuk menjemput Dyah lari ke pangkuanku. Walau Wahyu yang juga anak Solo selalu mendorong agar aku pacaran dengan Dyah. Tetap saja aku tidak berani
“Kamu anak Sumatera yang penakut rupanya”, demikian kata Wahyu tentang ketidak beranianku untuk menyatakan cinta pada Dyah.
“Bukan begitu Yu”, jawabku membantah.
“Terus, kenapa, biasanya pemuda Sumatera itu agresif. Apalagi bila berurusan dengan cewek. Mereka pasti merayu dengan maut. Tapi kamu memang lain”, kata Wahyu lagi.
Demikianlah ketika itu. Akhirnya Dyah berlabuh kepangkuan seorang mahasiswa Unpad calon dokter. Dan sewaktu aku diwisuda, pada saat yang sama aku menerima undangan perkawinan mereka.
“Kok melamun pak”, tiba-tiba Nani mengagetkanku.
Memang aku lagi melamun.
AKU SANG KOMANDAN ITU
Sang Komandan itu adalah aku.
Aku sedang melamun ke masa remaja sewaktu di bangku kuliah.
Aku melamunkan seorang gadis Solo yang bernama Dyah semasa aku masih mahasiswa di Bandung. Sekarang seorang gadis Solo lain ada di depanku. Nani memang bukan Dyah. Nani adalah Nani. Dan Nani adalah sekarang menjadi sekretarisku. Nani memang bukan Dyah yang dulu aku kagumi.
Sekarang aku bukan lagi seorang perjaka yang mahasiswa ITB. Sekarang aku adalah seorang bapak dengan tiga anak gadis kecil yang masih sekolah dasar.
Namun, aku masih lelaki yang dulu. Lelaki yang masa mudanya menderita karena kemiskinan. Laki-laki yang waktu itu penuh semangat untuk maju. Uang bukanlah hambatan bakiku kala itu. Hambatanku adalah untuk melahirkan hasrat seorang lelaki muda kepada seorang gadis yang disenanginya. Aku tidak punya keberanian untuk mendekati gadis. Aku hanya mengagumi mereka dari jauh.
Kalau sekarang Nani yang juga gadis Solo ini amat dekat denganku. Ia selalu berada di ruangan di depan kantorku. Kalau aku memandangnya ia senyum dengan amat manis. Karena ada lesung pipit di pipinya. Senyum yang lebih manis ia merkahkan dari bibirnya manakala ia membawakan secangkir kopi diwaktu pagi aku sampai di kantor.
Nani memiliki sesuatu yang berbeda dengan Dyah dimataku. Nani rambutnya dipotong pendek, lebih membuatnya anggun. Dandanan Nani rapi. Dyah dandanannya acuh. Itu karena waktu itu ia mahasiswi yang memang bernuansakan acuh bei-bei.
Dalam bidang pekerjaan Nani amat baik. Ia selalu mencatat keperluan departemen dan catatan penting mengenai persoalan yang harus aku tangani esok hari, ataupun hal mendadak yang memerlukan penanganan segera.
Ia juga punya hubungan baik dengan bidang eksternal kesekuritian seperti dengan Polda, Polresta, dan Kodim. Ia disegani oleh bagian ketentaraan ini, karena ayahnya Nani adalah pensiunan perwira Angkatan Darat yang pernah bertugas di Kodam Diponegoro Jawa Tengah. Jadi Nani adalah keluarga militer juga.
Nani tidak merasa canggung untuk datang ke kantor-kantor tersebut kalau ada keperluan yang aku suruh dia yang mengerjakan.
“Pak, jangan terus melamun dong, masak saya bapak acuhin”, Nani kembali mengagetkanku.
“Oh, maafkan, aku lagi memikirkan lapangan Tunu yang luas. Aku memikirkan sistem pengamanan yang paling efektif untuk melindungi sumur minyak yang ratusan itu”, kataku sekenanya.
“Oh, begitu, saya sangka Bapak masih memikirkan Bapak RM”, tanya Nani.
“Emangnya kenapa dengan Bapak RM”, tanyaku.
“Ah, nggak saya lihat kok wajah bapak RM agak lain dari biasanya. Apa Bapak telah cuci otaknya ya Pak”, tanya Nani.
“Apa Nani merasa seperti itu”, tanya saya.
“Memang tidak biasanya dia begitu”, jawab Nani. Dia berdiri. Nani mencoba merapikan kotak tissue yang ia sediakan untuk saya. Ia letakkan kotak issue itu dengan rapi. Ruangan ini masih terasa segar dan harum. Nani menyemprotnya dengan Glade pengharum ruangan setiap pagi. Ia selalu datang lebih pagi dari saya. Jam 6.30 ia sudah berada di kantor. Ia satu jam lebih pagi. Jam kantor adalah jam 7.30. Kalau mengacu akan kerajinan seorang pegawai yang diukur dengan kedatangannya, maka
Nani harus diberikan nilai B+, karena ia melebihi dari standar yang ditetapkan untuk seorang pegawai yang baik. Dan pegawai yang baik akan dinilai B.
“Coba Nani ceritakan mengenai Bapak RM”, kata saya.
Nani lalu duduk di kursi di depan saya. Dan sambil tetap senyum ia memulai ceritanya.
“Saya mulai dari mana ya pak”, tanya Nani.
“Yah, mulai dari mana saja, tentu tentang bapak itu yang Nani ketahui, baik dalam kedinasan, ataupun di luar kedinasan”, kata saya.
“Bapak RM sudah empat tahun dinas di sekuriti. Dia datang dari Surabaya. Dia adalah salah satu anggota AL dari Armada Timur. Satu kesatuan yang kita kenal sangat baik reputasinya dalam mengamankan teritori perairan di Indonesia. Pada saat beliau join kita, kepala disini adalah bapak ED yang juga bekas orang AL yang setahu saya adalah minta pensiun dipercepat. Secara kebetulan pangkat mereka sama, cuma bapak RM kalah senioritas dari bapak ED. Dan kelebihan bapak ED adalah karena beliau dari Akademi AL, sedangkan bapak RM dari ex. Wamil”, demikian permulaan cerita Nani.
Nani kemudian kembali ke ruangannya. Dia membuka laci file dan kemudian menarik sebuah map biru. Lalu ia kembali ke ruangan saya.
“Ini CV-nya bapak RM”, Nani menyodorkan map itu ke saya.
Saya membuka map itu, dan membaca CV bapak RM dengan cepat.
“Pada mulanya bapak RM disenangi oleh anggota. Itu karena beliau sedikit agamis. Namun saya juga heran setelah sekitar satu tahun beliau berdinas, mulai kelihatan ada keanehan sifat beliau, dihadapan anggota”, lanjut Nani.
“Kenapa, bisa begitu?, tanya saya.
“Saya juga kurang mengerti pak. Namun pak S yang merupakan perwira operasi pernah mengatakan kalau ia sekarang bingung dengan tindakan Bapak RM.
Beliau sering mencoba mengkotak-kotakan anggota. Bila anggota tersebut yang sering diminta bantuan datang kerumah beliau untuk mengerjakan sesuatu, maka dia disenangi oleh Bapak RM. Tapi yang kurang berkenan dan memberikan alasan karena sibuk membantu isteri di rumah, maka akan disisihkan olehnya,” demikian cerita Nani tentang bekas atasannya.
“Trus, kemudian apa yang dilakukan Bapak S?, tanya saya.
“Bapak S tetap melakukan tugasnya untuk memberikan pengarahan setiap apel pagi. Tapi anggota mulai ada yang tidak memperhatikan lagi arahan bapak S, dan mereka acuh tak acuh. Hal itulah yang menjadi kebingungan bapak S”, lanjut Nani.
“Menarik juga informasinya. Terus bagaimana tentang kekompakan anggota?”, tanya saya lebih dalam.
“Anggota mulai tidak kompak. Dan muaranya adalah waktu penilaian akhir tahun lalu. Bapak RM mengajukan promosi dan kenaikan gaji beberapa anggota. Ternyata anggota yang diajukan adalah yang kerjanya kurang bagus”, cerita Nani makin menarik.
“Menarik juga ceritanya. Terus Bapak ED bagaimana sikapnya?, tanya saya.
(TO BE CONTINUED)
Buku-Buku
Selasa, 3 Mei 2011
NIKMAT PUASA
Oleh: Dasrielnoeha
BERPUASALAH, BILA ENGKAU INGIN MERASKAN NIKMATNYA MAKANAN
PUASA ADALAH KEBUTUHAN UMAT
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa, sebagaimana diwajibkan kepada orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa.
(QS Al Baqarah ayat 183)
Ayat diatas selalu kembali berulang dibacakan oleh para ustadz, mubaligh/ghah, khotib Jum’at dan para guru ngaji dihadapan umat Islam, sesaat mau memasuki bulan Ramadhan atau dalam pengajian Tarawih sesudah shalat Isya berjamaah.
Para ahli tafsir dan para guru-guru agama mencoba mengajarkan kepada para jamaahnya bahwa puasa adalah merupakan kewajiban bagi umat yang beriman dan beragama Islam.
Pada lanjutan ayat ini dianjurkan berpuasa kepada semuanya kecuali sakit termasuk wanita yang sedang tidak bersih (haid), ibu yang lagi menyususi anaknya, orang yang sudah tua dan lemah (uzur), dan orang yang sedang dalam perjalanan, atau mengerjakan pekerjaan yang berat dan menguras tenaga, namun mereka harus membayar dendanya (fidiyah) berupa makanan yang mereka makan sehari-hari kepada orang miskin. Namun ayat ini juga mengatakan bahwa bagaimanapun berpuasa adalah lebih baik bagi kita kalau kita memahaminya.
Pada awal bulan suci ini kadang ucapan ini dihiasi dengan perkataan indah sebelum malam pertama Ramadhan datang “ ahlan wa shahlan ya Ramadhan”, dan berjabat tangannya dua insan saling memaafkan “mohon maaf lahir bathin”.
Tradisi Daerah Menjelang Ramadhan
Di beberapa daerah tanah air ada pelaksanaan tradisi yang telah turun temurun dilakukan oleh umat Islam sebelum memasuki bulan puasa seperti kunjungan ke orang tua baik yang hidup maupun yang telah tiada yang oleh orang Jawa dikenal dengan istilah “nyekar”. Para Jawa-is akan pulang ke kampung mereka untuk mengunjungi makam orang tua dan para leluhur mereka.
Tradisi unik ini bukanlah merupakan ajaran Islam, namun lebih merupakan adat kebiasaan setempat yang telah dilakukan turun temurun dan dibiarkan berkembang selagi tujuannya baik yaitu untuk menghormati para orang yang berjasa dan yang telah tiada serta sembah sujud ke orang tua yang masih hidup.
Di daerah lain juga dilakukan hal yang hampir mirip, dimana di Jakarta kita lihat pekuburan ramai di kunjungi oleh kerabat si mati, kuburan dibersihkan dan ditaburi bunga. Pekuburan ramai dan penjual bunga serta bapak pembersih kuburan beroleh rejeki yang datang sekali setahun ini.
Di Sumatera Barat lain lagi. Ada kebiasaan mensucikan diri bagi umat yang akan berpuasa yang disebut dengan « ba-limau ». Balimau artinya mandi dengan air yang ditaburi dengan sayatan limau atau buah asam/jeruk yang dicampur dengan kembang-kembang seperti bunga melati, ros, tanjung, cempaka dan lain-lain, kemudian diperciki dengan parfum. Ramuan limau ini banyak di jual orang di pasar tradisional dan para pelimau akan membelinya sebelum berangkat ke tempat pemandian umum atau lubuk di sungai beramai-ramai. Mereka mencelupkan kepala mereka ke air dan kemudian diusapkanlah air limau dengan dicampur harum-haruman tadi.
Akhir-akhir ini tempat-tempat wisata dan pemandian umum di Sumatera Barat ; Lubuak Minturun, Batang Tabik, Danau Maninjau, Danau Singkarak, Harau, Air Terjun Lembah Anai, Ngarai Sianok, Sungai Janiah, dan lain-lain, akan ramai dikunjungi oleh orang Sumbar sendiri maupun perantau yang sengaja pulang kampung untuk balimau seperti dari Pekanbaru, dari Medan, dari Palembang, dari Jambi, dari Jakarta ataupun dari kota-kota di Jawa. Karena sekarang tiket pesawat terbang ke Padang bisa terjangkau oleh kantong mereka sekitar 600,000 rupiah pulang pergi.
Sumatera Barat sangat ramai pada masa balimau ini. Muda-mudi sangat senang dengan acara balimau ini, ribuan sepeda motor hilir mudik oleh pasangan untuk balimau sekalian pacaran. Balimau yang hakikinya untuk membersihkan diri menyambut bulan puasa, jadi tercemar dan terdeviasi dengan adanya kegiatan sambilan anak muda berpacaran. Ironis dan tragis memang kalau agama tidak dipahami dengan baik dan tercampur godaan syetan.
Menurut pengamatan kita, tradisi nyekar dan balimau ini memang adanya di Indonesia, setidaknya dilakukan oleh orang Indonesia. Karena perantau Minang yang berada di Malaysia atau orang Malaysia yang berasal dari Minang seperti di Negeri Sembilan, mereka juga melakukan balimau sebelum memasuki bulan puasa.
Di negeri Arab tempat agama Islam berasal tidak dikenal dengan kegiatan nyekar dan balimau ini. Ini tradisi setempat yang berkonotasi positif asal dilakukan dengan batasan dan mematuhi norma-norma agama dan kultur sosial, seperti tidak boleh mengkeramatkan acara nyekar dengan menyembah kuburan nenek moyang, tidak boleh melakukan shalat sunat dua rakaat setelah balimau, karena kalau itu dilakukan akan jatuhlah kita kelembah kesyirikan dan maksiat.
Maksud Surat Al Baqaráh 183
Environment Scanning ( Skan Lingkungan)
Bila kita cermati perintah Tuhan dalam ayat Al Baqarah 183 ini, sesungguhnya perintah puasa ini adalah merupakan “ayat komando”. Dalam ilmu manajemen stratejik disebut dengan “environmental scanning”, yaitu adanya Perintah Tuhan yang merupakan “objective” dan perlunya manusia melakukan bench-mark atau perbandingan dengan adanya kata-kata “orang-orang sebelum kamu yang juga berpuasa”. Artinya berpuasa adalah merupakan kebutuhan umat masa lalu dan masa sekarang.
Namur, yang lebih menarik Allah mengatakan dalam hadist qudsy “semua amal anak Adam itu untuknya, kecuali puasa, puasa itu untuk-Ku dan Aku sendiri yang akan membalasnya (memberi ganjaran pahala)”. Kepatuhan akan perintah puasa dengan melaksanakannya sungguh-sungguh akan diberi ganjaran atau reward oleh Tuhan sendiri. Apa bentuk rewardnya itu umat Muslim tidaklah mempersoalkannya. Namun kita semua percaya bahwa reward dari Penguasa Alam pastilah besar dan amat berharga bagi kita umatnya. Yang jelas menurut ahli kesehatan berpuasa adalah sangat baik untuk kesehatan tubuh dan jiwa terutamanya yang menyangkut dengan penyakit darah seperti hipertensi, ginjal, kadar gula akan terjadi perbaikan, karean selama bulan puasa pasokan makanan kedalam tubuh terbatasi. Pada siang hari mesin perut istirahat dalam bekerja mencerna makanan.
Strategic Implementation (Implementasi Strategi)
Puasa itu pelaksanaannya atau mengimplementasikannya dan bila dalam keadaan berpuasa, kita harus mengikuti rambu-rambu (policy and procedures).
Kita juga harus melakukan penghitungan biaya hidup (financial strategic), dan menyebar luaskan informasi puasa kepada Muslim lainnya (marketing startegic) dengan menerangkan hikmah puasa itu seperti yang di perintahkan oleh Tuhan.
Puasa seperti lanjutan ayat Al Baqarah 183 diatas, yaitu pada ayat 184 yang terjemahannya sebagai berikut. Inilah cara mengimplementasikan strategi berpuasa itu:
Yaitu dalam beberapa hari yang telah ditentukan. Maka barangsiapa diantara kamu sakit atau berada dalam perjalanan (kalau ia berbuka dan tidak berpuasa), maka wajiblah ia berpuasa sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika tidak berpuasa) membayar fidiyah (memberi makan seorang miskin). Barang siapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.
Puasa itu wajib bagi umat Islam dalam bulan Ramadhan, artinya itu hanya sekali dalam setahun. Di luar itu Sunnah hukumnya, dan boleh dilakukan kapan saja, seperti Senin-Kemis, puasa Dawud yang berganti hari, puasa sunah 3 hari setiap bulan.
Strategic Control (Strategi Pengontrolan)
MENGAMBIL HIKMAH dari PUASA
Ada dua kata kunci disini yang dapat kita ambil (kita cari) hikmahnya pada dua ayat tentang puasa ini yakni:
• Agar kamu bertaqwa
Artinya dapat bermacam-macam. Kata agar adalah merupakan “perintah, satu usaha, merupakan effort, cita-cita, kegiatan, dan merupakan tujuan.
Taqwa adalah orang yang takut pada larangan Tuhan (takut untuk melanggarnya), namun patuh untuk mengerjakan suruhan-Nya. Yang sering kita dengar dari ustadz arti kata taqwa adalah “patuh”, dengan pengertian bahwa semua yang diperintahkan oleh Tuhan adalah baik adanya. Kiranya yang tepat artinya sesuai dengan konteks ayat adalah “hati-hati”. Orang yang hati-hati akan melahirkan sikap yang penuh perhitungan matang dalam pola tindak hidupnya diantaranya adalah; ia penuh dengan perhitungan berpikir dua kali sebelum berbuat, ia bertindak memikirkan risiko dari tindakannya, dan ia mengambil risiko paling kecil, ia berani berbuat karena ia yakin tindakannya adalah benar, ia cenderung berbuat benar karena tindakannya ditopang dengan ilmu pengetahuan dan perhitungan yang matang.
Setelah keluar dari masa puasa setelah Ramadhan ia merasa beroleh kemenangan karena ia puasa penuh dengan kehati-hatian dan perhitungan yang matang, imanan wa tihsaban, penuh keyakinan dan perhitungan. Ia hitung dengan benar dan lakukan hal-hal yang dianjurkan selama berpuasa seperti jihad fi sabilillah, perbanyak baca Al Qur’an (maksudnya bukan sekadar tadarusan, tetapi mempelajari ilmu yang terkandung dalam Al Qur’an itu), perbanyak sedekah, perbanyak shalat malam (di negara kita kita kenal dengan shalat tarawih dengan beramai-ramai ke mesjid), tingkatkan silaturrahmi, jaga kesehatan tubuh, yang kesemuanya itu seperti di contohkan oleh rasullullah Muhammad SAW. Orang yang bertaqwa adalah orang yang paling di sayangi oleh Allah.
…sesungguhnya orang yang paling mulia di sisi Allah ialah orang-orang yang paling taqwa.
(QS Al Hujarat ayat 13)
Dapat dengan mudah kita pahami, karena orang yang benar-benar bertaqwa senantiasa selalu hati-hati dan cermat perhitungan, pasti beroleh nilai paling positif “al muflihuun” , “the men who has the value”. Dan ia tidak akan terperosok kedalam perbuatan jelek apalagi maksiat, sehingga ia jauh dari dosa-dosa, dan ia penuh dengan perbuatan baik dan selalu berbuat amal kebajikan buat orang lain. Nabi mengatakan bahwa yang paling baik diantara umat manusia adalah orang yang paling banyak berbuat baik kepada orang lain. Itulah The best Men in Value among The best Men in the World.
• Berpuasa akan lebih baik bagimu jika kamu mengetahui
Penutup ayat 184 Al Baqarah ini, seakan Allah menantang umatnya untuk berpikir. Jika kita mengetahui akan manfaat atau hikmahnya (ilmu pengetahuan yang terkandung di dalamnya), maka kita akan memilih berpuasa.
Apanya yang perlu kita ketahui?
Apakah bilangan harinya yang harus kita jaga? Sehingga kita tidak boleh berbuka sebelum matahari seufuk yang dilihat waktu awal bulan Syawal?
Ya waktu yang tepat ini harus kita ketahui dengan pasti.
Apakah manfaat dari puasa secara lahiriah yang harus kita ketahui?
Ya, ini harus kita pelajari dan kita praktekkan dengan baik puasa itu. Dengan mengosongkan perut di siang hari akan membantu kerja usus kita optimal dalam tugasnya mencernakan makanan. Dengan mengatur waktu dan jumlah makanan yang masuk perut selama bulan puasa, berarti kita telah mencoba mengatur asupan makanan dengan benar yang jelas-jelas membuat tubuh kita menjadi sehat.
Kawan kita yang lagi berdiet, memang puasalah jawabannya.
Secara bathiniah, dengan puasa kita melatih diri untuk bersabar. Bersabar adalah kunci dan obat penenang yang baik dibanding obat penenang yang terbuat dari bahan berbahaya seperti morphin itu. Emosi kita akan terkontrol, dan jiwa kita akan merasa tenang.
Dalam hadist Nabi juga dikatakan bahwa “bila umatku mengetahui hikmah yang terkandung dalam bulan puasa, niscaya mereka mau semua bulan dijadikan bulan puasa”.
Nah pertanyaannya, apa hikmahnya itu? Mari kita pikirkan dan pelajari.
Untuk itu mungkin kita kembali sedikit menelisik apa yang dilakukan oleh Nabi kita selama bulan ramadhan.
• Rasulullah melakukan shiyam hanya 10 kali selama beliau di Medinah sampai meninggalnya pada tahun ke sepuluh hijriyah atau 633 M.
• Selama sepuluh tahun di Medinah Nabi kita melakukan perang sebanyak 88 kali. Artinya hampir 9 kali dalam satu tahun ia berperang. Dan menurut sejarah sebagian besar perang itu dilakukan dalam bulan ramadhan artinya selama umat dan sahabat dalam keadaan puasa. Berat? Kalau kita analisa dengan kehidupan kita sekarang memang berat, karena kita selalu mengutamakan nilai material dibanding dengan nilai iman dan nilai amaliah KeTuhanan. Namun Nabi dan para sahabat tersebut selama dalam bulan puasa memiliki kekuatan yang penuh dan mereka masih sanggup melarikan onta dan kudanya dengan bermain pedang dan panah di kancah peperangan pada hal perut mereka kosong karena puasa. Inikah hikmah puasa yang disinyalir akhir ayat 184 itu? Mungkin. Karena ayat itu adalah Firman Allah yang hanya Allah tahu maksudnya, dan kita wajib mempelajarinya. Artinya bila kita menginginkan tubuh kita selalu penuh semangat dan dapat melakukan pekerjaan berat sekalipun, maka berpuasalah rahasianya.
• Selama berpuasa tersebut dengan apakah nabi berbuka dan bersahur? Dalam riwayat dikatakan bahwa Nabi hanya berbuka dengan 3 biji kurma. Dan Nabi bersahur dengan sepotong roti dingin karena hanya itu yang tersedia oleh isterinya tercinta Siti Aisyah RA. Kurma ya kurma, dan roti ya roti yang terbuat dari biji gandum. Gandum tidak tumbuh di Medinah dan Mekah hanya tumbuh di Pelistina dan lembah Syam. Gandum itu mahal harganya di Medinah kala itu karena ia adalah barang impor, dan menjadi mata dagang utama bangsa Arab, selain bahan pakaian. Kurma adalah tanaman padang pasir dan banyak tumbuh di Arab. Inilah kebesaran Allah itu. Kurma yang menurut ahli kimia mengandung gizi (bahan pokok kebutuhan tubuh buat hidup) yang hampir sempurna, tumbuhnya bukan di Indonesia yang terkenal subur. Dan dengan buah kurma inilah Rasulullah berbuka, lalu ia shalat maghrib berjamaah, wirid, memberikan pelajaran agama Islam kepada sahabat, zikir, membaca ayat Al Qur’an, menyimak bacaan sahabat, dan akhirnya shalat qiyamul lail berjamaah dengan sahabat. Energi yang beliau keluarkan cukup di topang dengan 3 biji kurma? Kenyataannya demikian. Walaupun kita tidak beroleh keterangan apakah Nabi kita setelah shalat maghrib makan kolak pisang, makan nasi dengan lauk pauk ikan, rendang, opor ayam, es doger dan lain sebagainya seperti yang kita lakukan di Indonesia ini, namun kita percaya jenis masakan yag banyak dijual orang selama bulan ramadhan di tanah ait tidak kita jumpai di Arab. Apalagi semasa kehidupan Nabi Muhammad SAW beliau hidup penuh dengan kekurangan. Makanan melimpah selama bulan ramadhan hanya kita jumpai di tanah air kita ini. Kemudian waktu sahur kita lagi makan besar dengan gulai hati, dendeng batokok, semur jengkol, minum jus apel, dan minum 10 gelas karena takut kehausan waktu siang hari. Tapi di siang hari kita berpuasa tetap dalam keadaan loyo, dan kerja kita hanya kebanyakan tidur saja? Nabi sahur hanya dengan roti dingin persembahan isterinya tercinta, “Aisyah the Humairah”. Seorang Jenderal Perang dan Panglima Perang Islam yang dikagumi dan di takuti oleh lawannya, makan sahur hanya dengan sepotong roti dan esok harinya bermain pedang dan tombak di medan tempur? Pembaca dan umat Islam yang budiman, itulah kebesaran Nabi kita, dan itulah rahasia puasa seperti diterangkan dalam akhir ayat 184 Al Baqarah itu.
Benar juga kalau kita simak dengan baik apa yang disitir oleh hadist, bahwa sebagian besar umat sewaktu puasa mereka tidak akan mendapatkan apa-apa kecuali haus dan lapar saja. Itu karena kita tidak mau mempelajari dengan benar dan mengikuti puasanya Rasul kita. Kita menganggap puasa adalah kebiasaan rutin dan ibadah biasa yang tidak punya kekuatan apa-apa, karena kita belumlah berpuasa dengan benar.
• Lalu bagaimana Rasulullah merayakan Hari ‘Ied? Apakah isteri beliau memasak kue tart, bolu, kue nestar yang penuh mentega dan gula, kacang goreng, bermacam extra fooding seperti kebanyakan kita di Indonesia merayakan Hari Idul Fitri? Apakah beliau mengenakan baju baru? Apakah beliau membeli baju batik Keris Sutra yang harganya jutaan rupiah? Apakah beliau mengendarai mobil keluaran terbaru untuk pergi silaturrahmi ke tetangganya? Apakah beliau naik motor mudik ke Mekah ketempat kelahirannya? Tidak itu tidak pernah terjadi pada seorang Junjungan Umat, Muhammad Al Amin yang Rasullullah. Bahkan sewaktu beliau meninggal baju perangnya masih tergadai kepada seorang Yahudi di Medinah. Alluhuakbar. Kalau begitu kita sekarang yang merayakan hari Idul Fitri dengan penuh kemewahan ini jauh dari kebiasaan Rasullullah? Padahal kita tahu banyak saudara kita seiman yang juga puasa, merayakan Idul Fitri dengan penuh keprihatinan karena mereka miskin, mereka hidupnya hanya dari memulung sampah, hanya sebagai buruh cucian dengan gaji ala kadarnya dan sering menerima caci makian dari tuannya. Banyak anak yatim, karena ayahnya telah lama berpulang karena sakitan didera oleh kemiskinan? Jadi kiita memang membalakan dendam kita selama kita dilarang bebrapa hal kesukaan kita selama bulan puasa lalu setelah usai puasa kita lakukan kembali kebiasaan buruk berfoya-foya. Kalau begitu apa manfaatnya puasa bagi kita? Jawabannya ada pada diri kita masing-masing wahai sahabatku para kaum Muslimin yang aku cintai. Ketahuilah air mataku titik sewaktu aku menulis renungan ini…Aku teringat pada para saudara kita kaum yang tidak berpunya, para anak yatim yang telah ditinggalkan oleh kematian bapak mereka. Apakah mereka menikmati idul fitri yang suci itu? Ataukah mereka berlinang air mata menyaksikankemewahan kita? Yang kita tahu dan kita lihat mereka ada di depan pintu mesjid kita menengadahkan tangan mereka meminta sedekah. Mereka hanya mengenakan baju lusuh dan compang camping. Ingatlah bahwa mereka adalah saudara kita, mereka juga umat Muhammad dan umat Tuhan yang mempunyai hak yang sama dengan kita untuk menikmati dunia ini. Marilah kita bagi harta yang kita punyai dengan mereka, sekadar mereka dapat menikmati idul fitri yang mulia ini. Idul fitri bukanlah milik kita orang yang berada saja, tapi adalah milik mereka juga.
• Bagaimana dengan kita berpuasa sekarang? Mari kita robah kebiasaan kita. Mari kita sedikit demi sedikit mencontoh kebiasaan terpuji Rasul kita Muhammad SAW. Sanggupkah kita hanya berbuka dengan 3 biji kurma saja? Kita coba. Moga-moga dengan Ijin Allah kita beroleh keuntungan karenanya. Badan kita jadi ringan. Kadar gula darah kita akan turun. Tekanan darah kita kembali normal 100/80. Pencernaan kita lancar, karena racun di tubuh kita akan keluar dengan proses “cleaning usus” karena sedikit masukkan racun yang berada dalam bahan makanan kita selama ini. Moga-moga tubuh kita yang tadinya sakitan, setelah Idul Fitri akan kembali sehat seperti semula. Bukankah ada hadist mengatakan “barang siapa yang puasa dengan ikhlas dan penuh keimanan dan hanya karena Allah, akan diampuni dosanya dan dijauhi dari api neraka”. Hadist ini mengatakan kepada kita bahwa orang yang berpuasa niscaya tindakannya akan terkontrol dan sudah pasti ia akan terhindar dari perbuatan dosa. Tentu saja karena energi asupan pada saat kita puasa kurang, maka tubuh kita akan menggunakan energi yang tersimpan selama satu tahun sebelumnya yaitu gumpalan lemak yang ada di tubuh kita, dan dengan menghilangnya lemak berarti otot kita akan kembali bergerak normal sesuai dengan fungsinya menyangga tubuh kita. Maka kita akan bertambah kekuatan kita, dan bukan sebaliknya, kita malas bergerak karena tubuh kita gemuk dan tambun.
Itulah kenapa Rasulullah dan para Sahabat berperang dan malahan tambah semangat pertempuran mereka walau pada bulan puasa. Seakan ada energi lebih semangat yang tersimpan dalam diri orang yang sedang berpuasa itu.
Ada kata mutiara yang mengatakan “kalau ingin sehat berpuasalah, kalau ingin kuat berperanglah, kalau ingin kaya merantaulah/hijrahlah”.
Kalau ada pekerjaan fi sabilillah seperti membangun mesjid mari kita lakukan. Kita coba ikut mengaduk semen, mengangkat bata, seperti kuli bangunan yang kita gaji itu. Ibaratkan kita mencontoh Rasulullah yang perang waktu bulan puasa. Atau kita gotong royong membersihkan mesjid, membersihkan got yang tersumbat supaya tidak terjadi banjir dan supaya tidak bersarang nyamuk aedes agepti yang menakutkan itu. Dan kalau kita ikhlas mengerjakannya, InsyAllah kita beroleh keuntungan di hari Idul Fitri.
Mari kita sisihkan dana yang tidak perlu kita keluarkan untuk membuat makanan yang berlebihan selama bulan puasa untuk kita sedekahkan kepada fakir miskin yang memang membutuhkan dari pada kita. Kita tidak perlu membeli baju baru, untuk pergi shalat ‘Ied kita pakai Jas kita yang tergantung di lemari, dan sepatu kita kan masih bagus. Baju dan sepatu akan turut berdo’a buat keselamatan kita karena mereka kita pakai ketempat suci yaitu mesjid dan kita gunakan untuk menyembah Illahi.
Ibu-Ibu kita tidak usyah memasak makanan dengan berlebihan. Sekalian kita belajar berhemat pengeluaran. Kita tidak boleh berlebihan. Menumpuk harta boleh tetapi hanya untuk pemenangan Islam supaya tegak di dunia. Kalau kita banyak harta maka kita akan cinta harta, dan ini dapat melemahkan semangat juang kita, karena badan kita cenderung malas bergerak. Sebaliknya kalau kita lapar, maka pandangan kita akan tajam, otak kita akan terpacu mengeluarkan enzym untuk melakukan inisiatif atau prakarsa untuk mencari makanan, jadilah kita umat yang dinamis, ulet dan penuh daya juang. Itulah hikmah puasa yang harus kita pertajam. Lihat binatang, seperti anjing, kalau ia kenyang ia akan tidur seharian, sebaliknya kalau ia lapar, ia akan ganas dan menyalak kesana kemari sehingga musuhnya akan gentar.
Dapatkah kita berbuat seperti ini? Pasti bisa kalau kita mau mencobanya. Karena puasa itu tujuannya bukan untuk foya-foya, tapi untuk berhemat dan mengumpulkan energi buat berjuang di jalan Allah satu tahun berikutnya. Karena itulah kalau kita cermati hikmah puasa itu sebenarnya sebagai berikut;
• Menguasai diri, karena puasa itu adalah Ibadah diri sendiri yang akan di “nilai dan diberi ganjaran” oleh Allah. Orang yang sanggup menguasai dirinya, niscaya ia akan sanggup pula mengatasi tekanan lingkungan yang ia alami sehari-hari.
• Menahan hawa nafsu makan, sahwat, amarah, foya-foya, berkata yang tidak bermanfaat, mencaci maki, dan lain-lain nafsu syetan.
• Memperbanyak kebaikan, zakat, infak, sedekah, donasi, membantu orang, memerdekakan budak, mengajar ilmu yang bermanfaat, tawassaw bil haq wa bi shabri, dan lain-lain perbuatan baik, sehingga orang yang berpuasa akan melahirkan masyarakat sosial yang peduli sesama.
• Melatih diri dengan kesabaran, menjaga kesehatan, menambah ilmu, kurang tidur karena ibadah (berbuat baik karena Allah semata), introspeksi kehidupan kita pada satu tahun sebelumnya
• Banyak berdo’a kepada Allah, agar kita senantiasa diberi akal waras, untuk selalu mengerjakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya
• Melatih kepekaan spiritualis kita dengan melakukan konsentrasi penuh kepada Allah (‘Itiqaf). Karena sekarang terbukti bahwa manusia butuh melakukan proses spiritual untuk menghidupkan kembali semangat dan untuk melahirkan inspirasi baru (inovasi), inilah yang dilakukan oleh para CEO top dunia sekarang sehinga mereka memanggil dan berguru kepada ahli yoga dari India dan China. Sedangkan kita umat Islam sudah punya konsep zikir ynag maha dahsyat itu.
• Banyak membaca ayat Al Qur’an agar otak kita tetap tajam dengan menelaah hukum-hukum Allah, ayat-ayat Qauniyah dan ilmu pengetahuan serta mempelajari sejarah umat terdahulu yang engkar dan di hukum oleh Allah (referensi ilmu)
• Mendidik diri berhati-hati (taqwa) dalam hidup prudentiality in life. Sehingga kehidupan akan terasa nikmat karena ada nilai yang hendak dicapai.
• Mendapatkan nilai lebih. Karena pahala wajib akan dilipatkan menjadi sepuluh kali, sedangkan pahala sunat sama dengan pahala wajib. Zakat dan infaq akan dibalas 700 kali lipat, sedekah akan dibalas dengan 10 kali lipat, ibadah di malam kadar bernilai 1000 bulan atau 83.3 tahun.
• Menjaga silaturrahmi dengan sesama umat Islam dengan saling menghormati, menahan omongan dan pandangan, menahan diri dari perbuatan tercela lainnya. Silaturrahim ini adalah inti ajaran Islam, karena dengan silaturrahim akan tercipta Ukhuwah Islamiah dan akan tercipta kekuatan umat Islam dan menjadikan Islam kuat di dunia. Itu sebabnya kenapa Allah sangat mengutuk orang yang memutus tali silaturrahim ini.
Seyoyanya orang yang puasa akan dihormati oleh orang lain maupun oleh umat yang bukan beragama Islam sekalipun karena tindakan orang yang berpuasa akan sangat terkontrol dengan baik. Kita prihatin dengan adanya mesjid yang memperdengarkan Takbir sepanjang malam dengan mikrofon diarahkan keluar mesjid, sehingga mengganggu tidur orang lain. Perbuatan seperti ini sebenarnya bid’ah dalam ajaran Islam karena merugikan orang lain dan bahkan bisa menjadi bumerang bagi kita, karena kita akan di caci maki orang. Takbir itu adalah sebelum melaksanakan shalat di lapangan dan dalam perjalanan menuju lapangan. Kenapa di Indonesia terjadi hal ini kita tidak tahu sejarahnya, yang jelas di Arab Saudi sana tidak ada praktek seperti itu.
Akhirnya, nanti kita ingin mendengar pada saat kita silaturrahmi pada Hari Idul Fitri, sahabat dan sahabati kita saling tukar cerita, bahwa mereka bertambah bahagia setelah melewati masa berpuasa. Itu terjadi karena mereka telah beroleh NILAI yang dua tadi, yaitu TAQWA dan MEREKA MEMILIH JALAN YANG BENAR YAITU PUASA, oleh karenanya mereka berhak di wisuda sebagai Umat Yang Paripurna dan Beroleh Kemenangan.
Mereka adalah Orang Yang Mengerti atau Orang Yang beroleh Ketaqwaan.
Mereka akan diwisuda dengan gelar;
DR. Ahmad Taufik. PhD(S). Ahli Shiam
DR. Aisyah Nurulqomariah. PhD(S) Ahli Shiam
Mereka akan dikukuhkan di lapangan pada saat mereka melakukan Sholat ‘Ied dua rakaat pada tanggal 1 Syawal yang pengukuhan keahlian mereka disaksikan oleh berjuta-juta malaikat.
Moga-moga demikian adanya. Mari kita berdo’a “Rabbana Atina Fi Dunya Hasanah, Wa bil Akhirati Hasanah Wa Qina Azab An Nar”.
InsyaAllah, Allahuakbar 3X Walillahilhamd.
Demikian yang dapat saya sampaikan wahai saudaraku sesama Muslim, sekadar ber tawassaw bil haq, sesama kita, dan moga Allah mengampuni kita bila ada kesalahan. Bila ada yang salah itu semata-mata karena ilmu saya yang masih dangkal, dan bilamana ada yang benar itu datangnya dari Allah SWT dan Rasulullah SAW,
BERPUASALAH, BILA ENGKAU INGIN MERASKAN NIKMATNYA MAKANAN
PUASA ADALAH KEBUTUHAN UMAT
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa, sebagaimana diwajibkan kepada orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa.
(QS Al Baqarah ayat 183)
Ayat diatas selalu kembali berulang dibacakan oleh para ustadz, mubaligh/ghah, khotib Jum’at dan para guru ngaji dihadapan umat Islam, sesaat mau memasuki bulan Ramadhan atau dalam pengajian Tarawih sesudah shalat Isya berjamaah.
Para ahli tafsir dan para guru-guru agama mencoba mengajarkan kepada para jamaahnya bahwa puasa adalah merupakan kewajiban bagi umat yang beriman dan beragama Islam.
Pada lanjutan ayat ini dianjurkan berpuasa kepada semuanya kecuali sakit termasuk wanita yang sedang tidak bersih (haid), ibu yang lagi menyususi anaknya, orang yang sudah tua dan lemah (uzur), dan orang yang sedang dalam perjalanan, atau mengerjakan pekerjaan yang berat dan menguras tenaga, namun mereka harus membayar dendanya (fidiyah) berupa makanan yang mereka makan sehari-hari kepada orang miskin. Namun ayat ini juga mengatakan bahwa bagaimanapun berpuasa adalah lebih baik bagi kita kalau kita memahaminya.
Pada awal bulan suci ini kadang ucapan ini dihiasi dengan perkataan indah sebelum malam pertama Ramadhan datang “ ahlan wa shahlan ya Ramadhan”, dan berjabat tangannya dua insan saling memaafkan “mohon maaf lahir bathin”.
Tradisi Daerah Menjelang Ramadhan
Di beberapa daerah tanah air ada pelaksanaan tradisi yang telah turun temurun dilakukan oleh umat Islam sebelum memasuki bulan puasa seperti kunjungan ke orang tua baik yang hidup maupun yang telah tiada yang oleh orang Jawa dikenal dengan istilah “nyekar”. Para Jawa-is akan pulang ke kampung mereka untuk mengunjungi makam orang tua dan para leluhur mereka.
Tradisi unik ini bukanlah merupakan ajaran Islam, namun lebih merupakan adat kebiasaan setempat yang telah dilakukan turun temurun dan dibiarkan berkembang selagi tujuannya baik yaitu untuk menghormati para orang yang berjasa dan yang telah tiada serta sembah sujud ke orang tua yang masih hidup.
Di daerah lain juga dilakukan hal yang hampir mirip, dimana di Jakarta kita lihat pekuburan ramai di kunjungi oleh kerabat si mati, kuburan dibersihkan dan ditaburi bunga. Pekuburan ramai dan penjual bunga serta bapak pembersih kuburan beroleh rejeki yang datang sekali setahun ini.
Di Sumatera Barat lain lagi. Ada kebiasaan mensucikan diri bagi umat yang akan berpuasa yang disebut dengan « ba-limau ». Balimau artinya mandi dengan air yang ditaburi dengan sayatan limau atau buah asam/jeruk yang dicampur dengan kembang-kembang seperti bunga melati, ros, tanjung, cempaka dan lain-lain, kemudian diperciki dengan parfum. Ramuan limau ini banyak di jual orang di pasar tradisional dan para pelimau akan membelinya sebelum berangkat ke tempat pemandian umum atau lubuk di sungai beramai-ramai. Mereka mencelupkan kepala mereka ke air dan kemudian diusapkanlah air limau dengan dicampur harum-haruman tadi.
Akhir-akhir ini tempat-tempat wisata dan pemandian umum di Sumatera Barat ; Lubuak Minturun, Batang Tabik, Danau Maninjau, Danau Singkarak, Harau, Air Terjun Lembah Anai, Ngarai Sianok, Sungai Janiah, dan lain-lain, akan ramai dikunjungi oleh orang Sumbar sendiri maupun perantau yang sengaja pulang kampung untuk balimau seperti dari Pekanbaru, dari Medan, dari Palembang, dari Jambi, dari Jakarta ataupun dari kota-kota di Jawa. Karena sekarang tiket pesawat terbang ke Padang bisa terjangkau oleh kantong mereka sekitar 600,000 rupiah pulang pergi.
Sumatera Barat sangat ramai pada masa balimau ini. Muda-mudi sangat senang dengan acara balimau ini, ribuan sepeda motor hilir mudik oleh pasangan untuk balimau sekalian pacaran. Balimau yang hakikinya untuk membersihkan diri menyambut bulan puasa, jadi tercemar dan terdeviasi dengan adanya kegiatan sambilan anak muda berpacaran. Ironis dan tragis memang kalau agama tidak dipahami dengan baik dan tercampur godaan syetan.
Menurut pengamatan kita, tradisi nyekar dan balimau ini memang adanya di Indonesia, setidaknya dilakukan oleh orang Indonesia. Karena perantau Minang yang berada di Malaysia atau orang Malaysia yang berasal dari Minang seperti di Negeri Sembilan, mereka juga melakukan balimau sebelum memasuki bulan puasa.
Di negeri Arab tempat agama Islam berasal tidak dikenal dengan kegiatan nyekar dan balimau ini. Ini tradisi setempat yang berkonotasi positif asal dilakukan dengan batasan dan mematuhi norma-norma agama dan kultur sosial, seperti tidak boleh mengkeramatkan acara nyekar dengan menyembah kuburan nenek moyang, tidak boleh melakukan shalat sunat dua rakaat setelah balimau, karena kalau itu dilakukan akan jatuhlah kita kelembah kesyirikan dan maksiat.
Maksud Surat Al Baqaráh 183
Environment Scanning ( Skan Lingkungan)
Bila kita cermati perintah Tuhan dalam ayat Al Baqarah 183 ini, sesungguhnya perintah puasa ini adalah merupakan “ayat komando”. Dalam ilmu manajemen stratejik disebut dengan “environmental scanning”, yaitu adanya Perintah Tuhan yang merupakan “objective” dan perlunya manusia melakukan bench-mark atau perbandingan dengan adanya kata-kata “orang-orang sebelum kamu yang juga berpuasa”. Artinya berpuasa adalah merupakan kebutuhan umat masa lalu dan masa sekarang.
Namur, yang lebih menarik Allah mengatakan dalam hadist qudsy “semua amal anak Adam itu untuknya, kecuali puasa, puasa itu untuk-Ku dan Aku sendiri yang akan membalasnya (memberi ganjaran pahala)”. Kepatuhan akan perintah puasa dengan melaksanakannya sungguh-sungguh akan diberi ganjaran atau reward oleh Tuhan sendiri. Apa bentuk rewardnya itu umat Muslim tidaklah mempersoalkannya. Namun kita semua percaya bahwa reward dari Penguasa Alam pastilah besar dan amat berharga bagi kita umatnya. Yang jelas menurut ahli kesehatan berpuasa adalah sangat baik untuk kesehatan tubuh dan jiwa terutamanya yang menyangkut dengan penyakit darah seperti hipertensi, ginjal, kadar gula akan terjadi perbaikan, karean selama bulan puasa pasokan makanan kedalam tubuh terbatasi. Pada siang hari mesin perut istirahat dalam bekerja mencerna makanan.
Strategic Implementation (Implementasi Strategi)
Puasa itu pelaksanaannya atau mengimplementasikannya dan bila dalam keadaan berpuasa, kita harus mengikuti rambu-rambu (policy and procedures).
Kita juga harus melakukan penghitungan biaya hidup (financial strategic), dan menyebar luaskan informasi puasa kepada Muslim lainnya (marketing startegic) dengan menerangkan hikmah puasa itu seperti yang di perintahkan oleh Tuhan.
Puasa seperti lanjutan ayat Al Baqarah 183 diatas, yaitu pada ayat 184 yang terjemahannya sebagai berikut. Inilah cara mengimplementasikan strategi berpuasa itu:
Yaitu dalam beberapa hari yang telah ditentukan. Maka barangsiapa diantara kamu sakit atau berada dalam perjalanan (kalau ia berbuka dan tidak berpuasa), maka wajiblah ia berpuasa sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika tidak berpuasa) membayar fidiyah (memberi makan seorang miskin). Barang siapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.
Puasa itu wajib bagi umat Islam dalam bulan Ramadhan, artinya itu hanya sekali dalam setahun. Di luar itu Sunnah hukumnya, dan boleh dilakukan kapan saja, seperti Senin-Kemis, puasa Dawud yang berganti hari, puasa sunah 3 hari setiap bulan.
Strategic Control (Strategi Pengontrolan)
MENGAMBIL HIKMAH dari PUASA
Ada dua kata kunci disini yang dapat kita ambil (kita cari) hikmahnya pada dua ayat tentang puasa ini yakni:
• Agar kamu bertaqwa
Artinya dapat bermacam-macam. Kata agar adalah merupakan “perintah, satu usaha, merupakan effort, cita-cita, kegiatan, dan merupakan tujuan.
Taqwa adalah orang yang takut pada larangan Tuhan (takut untuk melanggarnya), namun patuh untuk mengerjakan suruhan-Nya. Yang sering kita dengar dari ustadz arti kata taqwa adalah “patuh”, dengan pengertian bahwa semua yang diperintahkan oleh Tuhan adalah baik adanya. Kiranya yang tepat artinya sesuai dengan konteks ayat adalah “hati-hati”. Orang yang hati-hati akan melahirkan sikap yang penuh perhitungan matang dalam pola tindak hidupnya diantaranya adalah; ia penuh dengan perhitungan berpikir dua kali sebelum berbuat, ia bertindak memikirkan risiko dari tindakannya, dan ia mengambil risiko paling kecil, ia berani berbuat karena ia yakin tindakannya adalah benar, ia cenderung berbuat benar karena tindakannya ditopang dengan ilmu pengetahuan dan perhitungan yang matang.
Setelah keluar dari masa puasa setelah Ramadhan ia merasa beroleh kemenangan karena ia puasa penuh dengan kehati-hatian dan perhitungan yang matang, imanan wa tihsaban, penuh keyakinan dan perhitungan. Ia hitung dengan benar dan lakukan hal-hal yang dianjurkan selama berpuasa seperti jihad fi sabilillah, perbanyak baca Al Qur’an (maksudnya bukan sekadar tadarusan, tetapi mempelajari ilmu yang terkandung dalam Al Qur’an itu), perbanyak sedekah, perbanyak shalat malam (di negara kita kita kenal dengan shalat tarawih dengan beramai-ramai ke mesjid), tingkatkan silaturrahmi, jaga kesehatan tubuh, yang kesemuanya itu seperti di contohkan oleh rasullullah Muhammad SAW. Orang yang bertaqwa adalah orang yang paling di sayangi oleh Allah.
…sesungguhnya orang yang paling mulia di sisi Allah ialah orang-orang yang paling taqwa.
(QS Al Hujarat ayat 13)
Dapat dengan mudah kita pahami, karena orang yang benar-benar bertaqwa senantiasa selalu hati-hati dan cermat perhitungan, pasti beroleh nilai paling positif “al muflihuun” , “the men who has the value”. Dan ia tidak akan terperosok kedalam perbuatan jelek apalagi maksiat, sehingga ia jauh dari dosa-dosa, dan ia penuh dengan perbuatan baik dan selalu berbuat amal kebajikan buat orang lain. Nabi mengatakan bahwa yang paling baik diantara umat manusia adalah orang yang paling banyak berbuat baik kepada orang lain. Itulah The best Men in Value among The best Men in the World.
• Berpuasa akan lebih baik bagimu jika kamu mengetahui
Penutup ayat 184 Al Baqarah ini, seakan Allah menantang umatnya untuk berpikir. Jika kita mengetahui akan manfaat atau hikmahnya (ilmu pengetahuan yang terkandung di dalamnya), maka kita akan memilih berpuasa.
Apanya yang perlu kita ketahui?
Apakah bilangan harinya yang harus kita jaga? Sehingga kita tidak boleh berbuka sebelum matahari seufuk yang dilihat waktu awal bulan Syawal?
Ya waktu yang tepat ini harus kita ketahui dengan pasti.
Apakah manfaat dari puasa secara lahiriah yang harus kita ketahui?
Ya, ini harus kita pelajari dan kita praktekkan dengan baik puasa itu. Dengan mengosongkan perut di siang hari akan membantu kerja usus kita optimal dalam tugasnya mencernakan makanan. Dengan mengatur waktu dan jumlah makanan yang masuk perut selama bulan puasa, berarti kita telah mencoba mengatur asupan makanan dengan benar yang jelas-jelas membuat tubuh kita menjadi sehat.
Kawan kita yang lagi berdiet, memang puasalah jawabannya.
Secara bathiniah, dengan puasa kita melatih diri untuk bersabar. Bersabar adalah kunci dan obat penenang yang baik dibanding obat penenang yang terbuat dari bahan berbahaya seperti morphin itu. Emosi kita akan terkontrol, dan jiwa kita akan merasa tenang.
Dalam hadist Nabi juga dikatakan bahwa “bila umatku mengetahui hikmah yang terkandung dalam bulan puasa, niscaya mereka mau semua bulan dijadikan bulan puasa”.
Nah pertanyaannya, apa hikmahnya itu? Mari kita pikirkan dan pelajari.
Untuk itu mungkin kita kembali sedikit menelisik apa yang dilakukan oleh Nabi kita selama bulan ramadhan.
• Rasulullah melakukan shiyam hanya 10 kali selama beliau di Medinah sampai meninggalnya pada tahun ke sepuluh hijriyah atau 633 M.
• Selama sepuluh tahun di Medinah Nabi kita melakukan perang sebanyak 88 kali. Artinya hampir 9 kali dalam satu tahun ia berperang. Dan menurut sejarah sebagian besar perang itu dilakukan dalam bulan ramadhan artinya selama umat dan sahabat dalam keadaan puasa. Berat? Kalau kita analisa dengan kehidupan kita sekarang memang berat, karena kita selalu mengutamakan nilai material dibanding dengan nilai iman dan nilai amaliah KeTuhanan. Namun Nabi dan para sahabat tersebut selama dalam bulan puasa memiliki kekuatan yang penuh dan mereka masih sanggup melarikan onta dan kudanya dengan bermain pedang dan panah di kancah peperangan pada hal perut mereka kosong karena puasa. Inikah hikmah puasa yang disinyalir akhir ayat 184 itu? Mungkin. Karena ayat itu adalah Firman Allah yang hanya Allah tahu maksudnya, dan kita wajib mempelajarinya. Artinya bila kita menginginkan tubuh kita selalu penuh semangat dan dapat melakukan pekerjaan berat sekalipun, maka berpuasalah rahasianya.
• Selama berpuasa tersebut dengan apakah nabi berbuka dan bersahur? Dalam riwayat dikatakan bahwa Nabi hanya berbuka dengan 3 biji kurma. Dan Nabi bersahur dengan sepotong roti dingin karena hanya itu yang tersedia oleh isterinya tercinta Siti Aisyah RA. Kurma ya kurma, dan roti ya roti yang terbuat dari biji gandum. Gandum tidak tumbuh di Medinah dan Mekah hanya tumbuh di Pelistina dan lembah Syam. Gandum itu mahal harganya di Medinah kala itu karena ia adalah barang impor, dan menjadi mata dagang utama bangsa Arab, selain bahan pakaian. Kurma adalah tanaman padang pasir dan banyak tumbuh di Arab. Inilah kebesaran Allah itu. Kurma yang menurut ahli kimia mengandung gizi (bahan pokok kebutuhan tubuh buat hidup) yang hampir sempurna, tumbuhnya bukan di Indonesia yang terkenal subur. Dan dengan buah kurma inilah Rasulullah berbuka, lalu ia shalat maghrib berjamaah, wirid, memberikan pelajaran agama Islam kepada sahabat, zikir, membaca ayat Al Qur’an, menyimak bacaan sahabat, dan akhirnya shalat qiyamul lail berjamaah dengan sahabat. Energi yang beliau keluarkan cukup di topang dengan 3 biji kurma? Kenyataannya demikian. Walaupun kita tidak beroleh keterangan apakah Nabi kita setelah shalat maghrib makan kolak pisang, makan nasi dengan lauk pauk ikan, rendang, opor ayam, es doger dan lain sebagainya seperti yang kita lakukan di Indonesia ini, namun kita percaya jenis masakan yag banyak dijual orang selama bulan ramadhan di tanah ait tidak kita jumpai di Arab. Apalagi semasa kehidupan Nabi Muhammad SAW beliau hidup penuh dengan kekurangan. Makanan melimpah selama bulan ramadhan hanya kita jumpai di tanah air kita ini. Kemudian waktu sahur kita lagi makan besar dengan gulai hati, dendeng batokok, semur jengkol, minum jus apel, dan minum 10 gelas karena takut kehausan waktu siang hari. Tapi di siang hari kita berpuasa tetap dalam keadaan loyo, dan kerja kita hanya kebanyakan tidur saja? Nabi sahur hanya dengan roti dingin persembahan isterinya tercinta, “Aisyah the Humairah”. Seorang Jenderal Perang dan Panglima Perang Islam yang dikagumi dan di takuti oleh lawannya, makan sahur hanya dengan sepotong roti dan esok harinya bermain pedang dan tombak di medan tempur? Pembaca dan umat Islam yang budiman, itulah kebesaran Nabi kita, dan itulah rahasia puasa seperti diterangkan dalam akhir ayat 184 Al Baqarah itu.
Benar juga kalau kita simak dengan baik apa yang disitir oleh hadist, bahwa sebagian besar umat sewaktu puasa mereka tidak akan mendapatkan apa-apa kecuali haus dan lapar saja. Itu karena kita tidak mau mempelajari dengan benar dan mengikuti puasanya Rasul kita. Kita menganggap puasa adalah kebiasaan rutin dan ibadah biasa yang tidak punya kekuatan apa-apa, karena kita belumlah berpuasa dengan benar.
• Lalu bagaimana Rasulullah merayakan Hari ‘Ied? Apakah isteri beliau memasak kue tart, bolu, kue nestar yang penuh mentega dan gula, kacang goreng, bermacam extra fooding seperti kebanyakan kita di Indonesia merayakan Hari Idul Fitri? Apakah beliau mengenakan baju baru? Apakah beliau membeli baju batik Keris Sutra yang harganya jutaan rupiah? Apakah beliau mengendarai mobil keluaran terbaru untuk pergi silaturrahmi ke tetangganya? Apakah beliau naik motor mudik ke Mekah ketempat kelahirannya? Tidak itu tidak pernah terjadi pada seorang Junjungan Umat, Muhammad Al Amin yang Rasullullah. Bahkan sewaktu beliau meninggal baju perangnya masih tergadai kepada seorang Yahudi di Medinah. Alluhuakbar. Kalau begitu kita sekarang yang merayakan hari Idul Fitri dengan penuh kemewahan ini jauh dari kebiasaan Rasullullah? Padahal kita tahu banyak saudara kita seiman yang juga puasa, merayakan Idul Fitri dengan penuh keprihatinan karena mereka miskin, mereka hidupnya hanya dari memulung sampah, hanya sebagai buruh cucian dengan gaji ala kadarnya dan sering menerima caci makian dari tuannya. Banyak anak yatim, karena ayahnya telah lama berpulang karena sakitan didera oleh kemiskinan? Jadi kiita memang membalakan dendam kita selama kita dilarang bebrapa hal kesukaan kita selama bulan puasa lalu setelah usai puasa kita lakukan kembali kebiasaan buruk berfoya-foya. Kalau begitu apa manfaatnya puasa bagi kita? Jawabannya ada pada diri kita masing-masing wahai sahabatku para kaum Muslimin yang aku cintai. Ketahuilah air mataku titik sewaktu aku menulis renungan ini…Aku teringat pada para saudara kita kaum yang tidak berpunya, para anak yatim yang telah ditinggalkan oleh kematian bapak mereka. Apakah mereka menikmati idul fitri yang suci itu? Ataukah mereka berlinang air mata menyaksikankemewahan kita? Yang kita tahu dan kita lihat mereka ada di depan pintu mesjid kita menengadahkan tangan mereka meminta sedekah. Mereka hanya mengenakan baju lusuh dan compang camping. Ingatlah bahwa mereka adalah saudara kita, mereka juga umat Muhammad dan umat Tuhan yang mempunyai hak yang sama dengan kita untuk menikmati dunia ini. Marilah kita bagi harta yang kita punyai dengan mereka, sekadar mereka dapat menikmati idul fitri yang mulia ini. Idul fitri bukanlah milik kita orang yang berada saja, tapi adalah milik mereka juga.
• Bagaimana dengan kita berpuasa sekarang? Mari kita robah kebiasaan kita. Mari kita sedikit demi sedikit mencontoh kebiasaan terpuji Rasul kita Muhammad SAW. Sanggupkah kita hanya berbuka dengan 3 biji kurma saja? Kita coba. Moga-moga dengan Ijin Allah kita beroleh keuntungan karenanya. Badan kita jadi ringan. Kadar gula darah kita akan turun. Tekanan darah kita kembali normal 100/80. Pencernaan kita lancar, karena racun di tubuh kita akan keluar dengan proses “cleaning usus” karena sedikit masukkan racun yang berada dalam bahan makanan kita selama ini. Moga-moga tubuh kita yang tadinya sakitan, setelah Idul Fitri akan kembali sehat seperti semula. Bukankah ada hadist mengatakan “barang siapa yang puasa dengan ikhlas dan penuh keimanan dan hanya karena Allah, akan diampuni dosanya dan dijauhi dari api neraka”. Hadist ini mengatakan kepada kita bahwa orang yang berpuasa niscaya tindakannya akan terkontrol dan sudah pasti ia akan terhindar dari perbuatan dosa. Tentu saja karena energi asupan pada saat kita puasa kurang, maka tubuh kita akan menggunakan energi yang tersimpan selama satu tahun sebelumnya yaitu gumpalan lemak yang ada di tubuh kita, dan dengan menghilangnya lemak berarti otot kita akan kembali bergerak normal sesuai dengan fungsinya menyangga tubuh kita. Maka kita akan bertambah kekuatan kita, dan bukan sebaliknya, kita malas bergerak karena tubuh kita gemuk dan tambun.
Itulah kenapa Rasulullah dan para Sahabat berperang dan malahan tambah semangat pertempuran mereka walau pada bulan puasa. Seakan ada energi lebih semangat yang tersimpan dalam diri orang yang sedang berpuasa itu.
Ada kata mutiara yang mengatakan “kalau ingin sehat berpuasalah, kalau ingin kuat berperanglah, kalau ingin kaya merantaulah/hijrahlah”.
Kalau ada pekerjaan fi sabilillah seperti membangun mesjid mari kita lakukan. Kita coba ikut mengaduk semen, mengangkat bata, seperti kuli bangunan yang kita gaji itu. Ibaratkan kita mencontoh Rasulullah yang perang waktu bulan puasa. Atau kita gotong royong membersihkan mesjid, membersihkan got yang tersumbat supaya tidak terjadi banjir dan supaya tidak bersarang nyamuk aedes agepti yang menakutkan itu. Dan kalau kita ikhlas mengerjakannya, InsyAllah kita beroleh keuntungan di hari Idul Fitri.
Mari kita sisihkan dana yang tidak perlu kita keluarkan untuk membuat makanan yang berlebihan selama bulan puasa untuk kita sedekahkan kepada fakir miskin yang memang membutuhkan dari pada kita. Kita tidak perlu membeli baju baru, untuk pergi shalat ‘Ied kita pakai Jas kita yang tergantung di lemari, dan sepatu kita kan masih bagus. Baju dan sepatu akan turut berdo’a buat keselamatan kita karena mereka kita pakai ketempat suci yaitu mesjid dan kita gunakan untuk menyembah Illahi.
Ibu-Ibu kita tidak usyah memasak makanan dengan berlebihan. Sekalian kita belajar berhemat pengeluaran. Kita tidak boleh berlebihan. Menumpuk harta boleh tetapi hanya untuk pemenangan Islam supaya tegak di dunia. Kalau kita banyak harta maka kita akan cinta harta, dan ini dapat melemahkan semangat juang kita, karena badan kita cenderung malas bergerak. Sebaliknya kalau kita lapar, maka pandangan kita akan tajam, otak kita akan terpacu mengeluarkan enzym untuk melakukan inisiatif atau prakarsa untuk mencari makanan, jadilah kita umat yang dinamis, ulet dan penuh daya juang. Itulah hikmah puasa yang harus kita pertajam. Lihat binatang, seperti anjing, kalau ia kenyang ia akan tidur seharian, sebaliknya kalau ia lapar, ia akan ganas dan menyalak kesana kemari sehingga musuhnya akan gentar.
Dapatkah kita berbuat seperti ini? Pasti bisa kalau kita mau mencobanya. Karena puasa itu tujuannya bukan untuk foya-foya, tapi untuk berhemat dan mengumpulkan energi buat berjuang di jalan Allah satu tahun berikutnya. Karena itulah kalau kita cermati hikmah puasa itu sebenarnya sebagai berikut;
• Menguasai diri, karena puasa itu adalah Ibadah diri sendiri yang akan di “nilai dan diberi ganjaran” oleh Allah. Orang yang sanggup menguasai dirinya, niscaya ia akan sanggup pula mengatasi tekanan lingkungan yang ia alami sehari-hari.
• Menahan hawa nafsu makan, sahwat, amarah, foya-foya, berkata yang tidak bermanfaat, mencaci maki, dan lain-lain nafsu syetan.
• Memperbanyak kebaikan, zakat, infak, sedekah, donasi, membantu orang, memerdekakan budak, mengajar ilmu yang bermanfaat, tawassaw bil haq wa bi shabri, dan lain-lain perbuatan baik, sehingga orang yang berpuasa akan melahirkan masyarakat sosial yang peduli sesama.
• Melatih diri dengan kesabaran, menjaga kesehatan, menambah ilmu, kurang tidur karena ibadah (berbuat baik karena Allah semata), introspeksi kehidupan kita pada satu tahun sebelumnya
• Banyak berdo’a kepada Allah, agar kita senantiasa diberi akal waras, untuk selalu mengerjakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya
• Melatih kepekaan spiritualis kita dengan melakukan konsentrasi penuh kepada Allah (‘Itiqaf). Karena sekarang terbukti bahwa manusia butuh melakukan proses spiritual untuk menghidupkan kembali semangat dan untuk melahirkan inspirasi baru (inovasi), inilah yang dilakukan oleh para CEO top dunia sekarang sehinga mereka memanggil dan berguru kepada ahli yoga dari India dan China. Sedangkan kita umat Islam sudah punya konsep zikir ynag maha dahsyat itu.
• Banyak membaca ayat Al Qur’an agar otak kita tetap tajam dengan menelaah hukum-hukum Allah, ayat-ayat Qauniyah dan ilmu pengetahuan serta mempelajari sejarah umat terdahulu yang engkar dan di hukum oleh Allah (referensi ilmu)
• Mendidik diri berhati-hati (taqwa) dalam hidup prudentiality in life. Sehingga kehidupan akan terasa nikmat karena ada nilai yang hendak dicapai.
• Mendapatkan nilai lebih. Karena pahala wajib akan dilipatkan menjadi sepuluh kali, sedangkan pahala sunat sama dengan pahala wajib. Zakat dan infaq akan dibalas 700 kali lipat, sedekah akan dibalas dengan 10 kali lipat, ibadah di malam kadar bernilai 1000 bulan atau 83.3 tahun.
• Menjaga silaturrahmi dengan sesama umat Islam dengan saling menghormati, menahan omongan dan pandangan, menahan diri dari perbuatan tercela lainnya. Silaturrahim ini adalah inti ajaran Islam, karena dengan silaturrahim akan tercipta Ukhuwah Islamiah dan akan tercipta kekuatan umat Islam dan menjadikan Islam kuat di dunia. Itu sebabnya kenapa Allah sangat mengutuk orang yang memutus tali silaturrahim ini.
Seyoyanya orang yang puasa akan dihormati oleh orang lain maupun oleh umat yang bukan beragama Islam sekalipun karena tindakan orang yang berpuasa akan sangat terkontrol dengan baik. Kita prihatin dengan adanya mesjid yang memperdengarkan Takbir sepanjang malam dengan mikrofon diarahkan keluar mesjid, sehingga mengganggu tidur orang lain. Perbuatan seperti ini sebenarnya bid’ah dalam ajaran Islam karena merugikan orang lain dan bahkan bisa menjadi bumerang bagi kita, karena kita akan di caci maki orang. Takbir itu adalah sebelum melaksanakan shalat di lapangan dan dalam perjalanan menuju lapangan. Kenapa di Indonesia terjadi hal ini kita tidak tahu sejarahnya, yang jelas di Arab Saudi sana tidak ada praktek seperti itu.
Akhirnya, nanti kita ingin mendengar pada saat kita silaturrahmi pada Hari Idul Fitri, sahabat dan sahabati kita saling tukar cerita, bahwa mereka bertambah bahagia setelah melewati masa berpuasa. Itu terjadi karena mereka telah beroleh NILAI yang dua tadi, yaitu TAQWA dan MEREKA MEMILIH JALAN YANG BENAR YAITU PUASA, oleh karenanya mereka berhak di wisuda sebagai Umat Yang Paripurna dan Beroleh Kemenangan.
Mereka adalah Orang Yang Mengerti atau Orang Yang beroleh Ketaqwaan.
Mereka akan diwisuda dengan gelar;
DR. Ahmad Taufik. PhD(S). Ahli Shiam
DR. Aisyah Nurulqomariah. PhD(S) Ahli Shiam
Mereka akan dikukuhkan di lapangan pada saat mereka melakukan Sholat ‘Ied dua rakaat pada tanggal 1 Syawal yang pengukuhan keahlian mereka disaksikan oleh berjuta-juta malaikat.
Moga-moga demikian adanya. Mari kita berdo’a “Rabbana Atina Fi Dunya Hasanah, Wa bil Akhirati Hasanah Wa Qina Azab An Nar”.
InsyaAllah, Allahuakbar 3X Walillahilhamd.
Demikian yang dapat saya sampaikan wahai saudaraku sesama Muslim, sekadar ber tawassaw bil haq, sesama kita, dan moga Allah mengampuni kita bila ada kesalahan. Bila ada yang salah itu semata-mata karena ilmu saya yang masih dangkal, dan bilamana ada yang benar itu datangnya dari Allah SWT dan Rasulullah SAW,
Jumaat, 29 April 2011
KISAH URANG BUNIAN
OLEH: DASRIELNOEHA
Urang Bunian artinya orang yang bersembunyi. Mereka adalah semacam makhluk manusia rimba dan suka bersembunyi dan tidak mau kelihatan sama orang, dipercaya tinggal dihutan-hutan di kaki Gunung Tandikek di Sumatera Barat.
Keberadaan mereka oleh orang tua-tua dahulu sekitar tahun enampuluhan dipercaya memang ada. Tapi belum pernah ada yang bertemu. Mereka suka dijadikan untuk pertakut kepada anak kecil.
Tahun enempuluhan dulu kampung kami di Kandang Ampek masih lengang. Kendaraan bermotor atau oto disebutnya tidak seramai sekarang. Hanya satu-satu bus dan parahoto lewat di jalan raya. Saya ingat mereknya Chevrolet, dan menghidupkannya searang sitokar atau keneknya menggunakan sebatang besi yang ujungnya bengkok, dan dimasukkan kecelah yang ada didepan grill mobil. Disebut dengan engkol. Si kenek mobil mengengkol beberapa kali sampai mobil berbunyi menderum, dan barulah mesinnya hidup. Kalau mati lagi, akan diengkol ulang oleh sitokar. Kasihan sitokar ini, kalau hari panas dia akan bermandi keringat mengengkol mobil berulang kali. Kalau hari hujan terpaksa ia berbasah-basah mengengkol mobil.
Pada waktu itu listerik belum masuk kedesa. Penerangan memakai lampu minyak tanah atau dibuat dari sebatang bambu sariak yang diberi sumbu dari ijuk atau sabut kelapa yang disebut colok.
Kalau mau tidur, lampu colok ini dimatikan. Kalau dibiarkan hidup, selain memboroskan minyak tanah, ia juga menghasilkan abu atau jelaga yang membuat lubang hidung menjadi hitam pada pagi harinya.
*
Anak kecil tidak boleh main jauh dari rumah. Takut diculik oleh orang Bunian kata nenek.
« Siapa urang Bunian itu nek », tanya saya.
”Urang Bunian yang berumah ditengah hutan diatas sebatang pohon, dia suka dengan anak kecil. Kalau ketemu anak kecil akan diculiknya dan dijadikan budak untuk pengusir ayam dan pengayak beras”, kata nenek saya menakuti saya.
Biasanya kami langsung ciut kalau mendengar cerita nenek ini. Tidak berani lagi pergi ke hutan atau ke Batang Anai untuk menangkap burung atau ikan.
Tapi kadang kami acuhkan saja. Dan memang kami tidak pernah diculik oleh Urang Bunian, karena kami belum pernah berjumpa dengan mereka sekalipun.
Nenek saya lalu menceritakan kisah Urang Bunian yang menculik Nenek Timah di Subarang.
Subarang adalah sebuah kampung dibalik Batang Anai yang terletak di pinggir hutan dan kaki bukit. Penduduknya jarang, tapi disana banyak sawah dan luas sekali piringnya. Saya suka ke sana karena ada Anduang saya yang ibu dari ayah saya tinggal di Subarang. Nenek ada saya dua, satu saya panggil Mak Angih, yaitu ibu dari ibu saya. Mak Angih yang memelihara saya sejak kecil karena ibu masih mengikuti ayah saya yang seorang tentara yang tinggal dan suka berpindah-pindah di daerah Riau Kepulauan. Nenek saya dari pihak ayah yaitu yang saya panggil Anduang. Anduanglah yang menceritakan kisah ini.
Kembali ke cerita penculikan nenek Timah.
Sambil memperbaiki letak suginya atau tembakau isap, Anduang menghirup kopinya sehabis shalat maghrib.
Saya dan seorang teman saya si Amir yang suka tidur di rumah saya mendengar kisah yang sering diceritakan Anduang. Saya pergi ke Subarang dari Kandang Ampek bersama ayah saya dan Amir yang ikut. Kebetulan besok hari minggu kami tidak sekolah. Saya menginap di rumah Anduang.
Begini kisahnya.
Suatu hari nenek Timah sakit. Ia terbaring lemah di rumahnya di pinggir sawah di Subarang. Nenek Timah hidup hanya berdua dengan cucunya yang masih sekolah dasar. Ibu si anak atau anak dari nenek Timah sudah meninggal dunia.
Pada saat tengah hari tepat, kira-kira jam duabelas, matahari bersinar dengan teriknya. Nenek Timah masih mengerang sakit karena badannya panas.
Tiba-tiba pintu rumahnya terbuka. Ia biarkan saja. Ia sangka cucunya si Nur yang pulang dari sekolah.
Tapi rupanya bukan si Nur yang datang. Tetapi seorang anak muda berpakaian serba hitam dengan sebuah destar hitam menutupi kepalanya. Anak muda yang tampan itu tersenyum kepada nenek Timah.
Dengan lemah nenek Trimah menegur si pemuda.
”Ada apa anak datang kemari?
“Assalamualaikum nek, saya Bujang Selamat datang kesini disuruh raja Dang Putera untuk mengundang nenek ke istananya. Raja mau menikahkan putrinya dengan putra raja dari Jambi. Ia mau minta tolong nenek untuk menghias pengantin”, jelas sang pemuda.
Memang nenek Timah adalah seorang perias penganten di Subarang dan juga sering diundang ke Kandang Ampek kalau ada orang baralek.
“Tapi nenek sedang sakit, tidak mungkinlah nenek meninggalkan rumah, badan nenek masih lemah dan kepala sangat terasa sakit”, kata nenek Timah.
“Tidak usah kawatir nek, saya membawa obat untuk nenek”, katanya sambil menyerahkan sebotol kecil yang berisi cairan bewarna cokelat kepada si nenek. Minumlah air itu niscaya sebentar sakit nenek akan hilang dan badan terasa segar”, kata si pemuda menjelaskan.
“Baiklah, nenek minum”, kata nenek Timah sambil ia membuka tutup botol dan meminum isinya. Rasanya pahit-pahit manis. Rupanya obat itu terbuat dari remasan daun sicerek yang dicampur dengan madu dan pinang sinawa.
Si nenek lalau duduk. Ia merasa heran. Badannya agak terasa enakan. Kemudian si pemuda memberikan sebuah bungkusan kecil buat nenek Timah.
“Makanlah beras itu buat penguat tubuh nenek supaya siap untuk berangkat”, kata si pemuda lagi.
Nenek Timah menerima bungkusan itu dan ia membuka isinya. Tapi nenek Timah heran melihat butiran beras yang halus dan mengkilat putih bersih. Ini bukan beras kata hatinya, tapi ini adalah telur semut.
Dengan ragu nenek meletakkan bungkusan itu diatas meja.
“Makanlah nek jangan ragu, itu adalah beras penguat tubuh”, kata Bujang Selamat lagi.
Akhirnya beras itu dimakan juga oleh nenek Timah. Rasanya manis dan enak serta gurih di lidah.
Benar juga, setelah beras yang telur semut itu masuk perut, sebentar kemudian tubuh terasa kuat dan nenek bisa turn dengan enteng dari tempat tidurnya.
“Mari kita berangkat nek”, kata Bujang Selamat.
“Tapi bagaimana dengan cucu saya yang segera pulang sekolah”, kata nenek.
“Tinggalkan saja dia barang sebentar, nanti sebelum maghrib kita juga sudah kembali kesini. Nanti nenek akan saya antar dengan kereta kuda lagi”, jelas Bujang Selamat.
Kereta kuda? Pikir si nenek. Anak muda ini kesini naik bendi? Kenapa tidakkedengaran ringkik kudanya pikir si nenek lagi.
”Sebenarnya anak siapa ya?, tanya nenek Timah lagi. Ia merasa ragu dengan tampilan si anak muda itu. Belum pernah ia melihat orang muda dan sebaik anak ini di Subarang.
“Saya utusan raja nek”, jelas Bujang Selamat.
“Raja? Raja dimana? Apa raja dari Pagarruyung?, pikiran si nenek mulai dikacaukan mendengar penjelasan si anak muda.
”Bukan raja Pagarruyung, tapi raja negeri kami di kerajaan Beringin Keramat namanya”, kata si anak muda lagi.
”Kerajaan Beringin Keramat?, belum pernah saya mendengar nama kerajaan seperti itu, heran si nenek.
”Iya nek, kerajaan kami ada di atas angin dibalik awan limbubu di puncak sebuah beringin rimbun dan yang paling tinggi di kaki Gunung Tandikek”, jelas si anak muda.
”Nenek tidak mengerti dimana daerahnya itu”, kembali nenek bertanya dengan heran.
”Sekarang memang nenek belum tahu, karena kan belum pernah kesana. Nanti juga nenek akan tahu dan nenek akan menjadi tamu istimewa raja Dang Putera dengan isterinya Dewi Kayangan di istana Beringin nan Indah itu”, jelas si pemuda.
”Baiklah kata nenek Timah, mari kita berangkat”.
Nenek Timah mengambil bungkusan peragatnya untuk menghias penganten yang selalu ia bawa. Ia juga membawa sebuah peti yang berisi alat-alat suntiang dan kembang goyang lengkap dengan inai dan gincu untuk mempercantik seorang penganten.
Ia juga membawa sirih tanya-tanya untuk membantu ia membaca jampi-jampi agar si penganten kelihatan sangat cantik waktu ia hias.
Setelah mengunci pintu, ia dan Bujang Selamat naik kesebuah bendi yang rupanya telah disiapkan di bawah pohon durian di depan rumah.
Bendinya dihias dengan cantik sekali. Kepala kuda yang putih bersih dihias dengan jambul yang terbuat dari benang tujuh ragam. Pegangan kuda dari kayu jati yang mengkilat dengan gagang dari emas. Rumah bendi terbuat dari kayu yang berukir indah sekali. Tempat duduknya dari kapas tebal yang dibungkus kain beledru bewarna biru dan kelihatan masih baru. Nenek Timah naik ke bendi itu. Peragatnya di letakkan di lantai bendi. Bendi itu tercium harum sekali, seperti bau kesturi bercampur kayu kenanga.
Nenek Timah heran. Belum pernah ia melihat bendi demikian indah. Kalau ia ke Padangpanjang, ia juga naik bendi ke pasar. Tapi bendi di Padangpanjang kelihatan kotor dan jorok. Selalu tercium bau ciik kuda. Ini beda sekali. Bendi indah dan harum milik siapa ya? Pikir nenek Timah tidak habis mengerti.
”Nek, kita akan berangkat, tolong nenek duduk yang tenang, karena perjalanan kita cukup jauh, dan bendi ini akan terbang sekali-sekali untuk mempercepat sampai”, kata Bujang Selamat.
Nenek Timah makin bingung mendengar perkataan anak muda itu. Ia hanya diam saja. Bendi akan terbang? Bendi apa pula ini pikirnya. Bagaimana caranya kuda bisa terbang bersama bendinya, tidak mungkinlah. Memang, dulu pernah ia mendengar cerita tentang kuda terbang, atau semacam binatang yang bersayap dan bisa terbang. Burak namanya. Kabarnya burak inilah kendaraan nabi Muhammad sewaktu beliau isra’ dan mi’raj. Terbangnya secepat angin. Apa kuda ini keturunan burak?, pikir nenek Timah. Tapi kelihatannya ia tidak punya sayap. Ia kuda biasa. Tapi memang badannya tegap dan ramping, kepalanya tegak dan pandangan lurus kedepan.
Ah, terserahlah, yang penting aku akan lihat kemana bendi ini berjalan ke kerajaan Beringin Keramat itu.
”Hua...huaa..ayo berangkat Gumarang, kita harus cepat sampai”, kata Bujang Selamat ke kuda putih itu.
”Hiik..hiik..hiik”, kata kuda itu tiga kali.
Bendi terangkat. Nenek Timah terkejut dan ia berpegang erat-erat ke tonggak dibelakang tempat duduknya. Kuda Gumarang itu melompat dan ia melewati pohon durian dengan mudah, dan hup..ia melompati tabek di belakang pohon durian dan melewati sawah dengan kencangnya.
Benar juga bendi ini bukan berjalan di jalan biasa. Tapi bendi ini terbang dan melayang diatas persawahan dan ladang.
Pelan-pelan dan samar-samar Nenek Timah melihat dua sayap muncul dari sebelah kiri-kanan pinggang kuda itu. Ini dia burak itu. Atau ini mungkin cucunya burak itu, pikirnya.
Tidak lama mereka telah berada diatas batang Anai. Samar-samar kelihatan airnya yang memutih dibawah sana. Oh ya itu dia jembatan gadang di dekat bukik pekuburan Pasar Kerambil. Kuda dan bendi itu melayang terbang ke arah mudik mengikuti alur batang Anai. Tak lama kelihatan Bukik Rambai yang juga merupakan pandam pekuburan orang Kampung Apa dan Kandang Ampek. Kemudian kuda itu terbang melintasi batang Anai dan melewati stasiun kereta api Kandang Ampek terus ke barat menuju bekas perkebunan Belanda Bern.
Di bawah kelihatan lubuk jernih mata air Bulakan yang memancarkan air dari celah batu yang berasal dari perut Gunung Tandikek. Mata air ini adalah sumber air bagi orang Kandang Ampek, Kampung Apa, Pasa Kerambil, Guguak, Pasar Surau, Pasar Jua dan terus ke Kayutanam. Airnya jernih sekali. Ia mengairi sawah, tabek, dan mengalir melalui Batang Tarok dan Banda Gadang.
Airnya bisa langsung di minum.
Tidak lama kuda terbang ini telah melewati hutan lebat di kaki gunung Tandikek.
“Nek, siap-siaplah, sebentar lagi kita akan sampai”, kata Bujang Selamat lagi.
Kuda dan bendi itu terbang agak meninggi sekarang. Mereka memasuki awan putih seperti kapas. Udara terasa makin dingin. Nenek Timah memasang baju hangatnya dan melilitkan selendangnya kelehernya. Ia terbatuk-batuk sekarang.
Kemudian kuda itu menukik turun. Dibawah kelihatan samar-samar banyak rumah-rumah yang cantik-cantik. Tapi, modelnya aneh. Semuanya seperti bulat telur. Rumah siapa ini?, pikir nenek Timah.
Tak lama kemudian mereka telah berada di atas tanah lapang dengan rumput hijau dan indah sekali. Kuda dan bendi itu berjalan pelan sekarang. Di kiri kanan kelihatan berjejer tanaman puding segala macam warna. Ada puding gerai dengan warna daunnya kuning campur merah yang cantik sekali. Ada puding gadang dengan warna daun lebar cokelat dan hitam diselingi warna ungu yang kelihatan anggun. Disana bermain kupu-kupu yang sedang mengisap madu dari bunga ros merah, kuning, jingga, ungu, putih yang berkelompok ditanam sesuai dengan warna. Ada juga bougenville yang bewarna merah darah dan bewarna ungu yang sanagt cantik. Semua ditanam di halaman sebuah istana yang dicat putih bersih, di belakang sebuah pohon beringin raksasa dengan daun yang lebat sekali. Ada dua buah pohon beringin ini, dikiri kanan seakan ditanam sebagai tiang gapura pintu masuk ke istana itu.
”Nenek turun di sini, nanti akan dijemput oleh dayang-dayang istana”, kata Bujang Selamat.
Memang, kemudian kelihatan dua orang putri dayang-dayang dengan pakaian sulaman yang indah datang menghampiri.
Nenek Timah turun dari bendi. Peragatnya di berikan oleh Bujang Selamat ke salah seorang dayang –dayang.
“Nenek Timah, mari masuk ke istana. Putri Mayang Taurai telah menunggu”, kata salah satu dayang-dayang.
Dengan dibimbing kiri kanan oleh dua dayang-dayang itu nenek Timah berjalan memasuki istana melalui karpet merah menyala. Serambi istana telah dihiasi dengan umbul-umbul pucuk kelapa dan pucuk enau. Sesampai di serambi ia dibimbing memasuki sebuah pintu di samping kiri.
“Nek, kita ke kamar ganti dulu”, kata seorang dayang-dayang.
Di dalam kamar ganti itu banyak sekali bergantungan baju-baju yang indah-indah. Ada baju kurung, ada baju adat berenda-renda. Ada bermacam selendang beraneka warna.
Nenek Timah di pakaikan sebuah baju kurung dari sutera bewarna kuning gading dengan bunga-bunga suplir melingkar. Cantik sekali. Rambutnya disisirkan oleh dayang-dayang tadi. Badannya disemproti dengan minyak parfum dari Arab yang harum sekali. Kepalanya ditutupi dengan sebuah selendang panjang dengan warna yang sama. Dia dipakaikan sebuah terompah dari beledru dengan warna kuning yang sama. Di lehernya digantungkan kalung-kalung emas bercampur batu akik yang dirangkai indah sekali. Juga dipakaikan gelang-gelang keroncong dari emas yang kalau tangannya digerakkan akan berbunyi gemerincing.
Nenek Timah menjelma menjadi seorang wanita yang cantik anggun. Sebenarnya nenek Timah belum tua amat. Umurnya baru empat puluh lima tahun. Namun karena kemiskinan dan turun kesawah tiap hari serta mencari kayu bakar buat memasak, badannya jadi kurus kering dan kelihatan sangat tua.
“Nek, sekarang kita akan memasuki kamar ganti Tuan Putri Mayan Taurai”, kata seorang dayang-dayang.
Melalui sebuah lorong dibalik kamar itu, mereka keluar dan belok ke kiri. Disana ada ruangan yang luas sekali. Ada banyak wanita disana. Mereka merangkai bunga dan menggunting kain paco untuk hiasan kamar penganten putri. Semuanya berpakaian baju kurung warna putih seragam. Belum pernah nenek Timah menyaksikan persiapan perkawinan semeriah ini. Ia membathin, benar-benar raja yang kaya yang sedang bermenantu. Pantas semeriah ini.
Seorang dayang membuka sebuah pintu berukir yang indah sekali. Mereka memasuki sebuah kamar yang luas yang penuh dengan hiasan bergelantungan. Lampu kristal besar kelihatan menggantung persis di tengah ruangan. Mepet ke dinding belakang menempel sebuah tempat tidur besar dari kayu jati dengan ukiran kepala naga dan ular yang sedang berkejaran. Pinggir-pinggir tempat tidur telah ditempeli kain beledru warna pink dan biru selang seling warna hijau lembut. Kasurnya kelihatan tebal sekali dengan bantal-bantal besar dn kecil berselang seling diatus diatas kasur. Rupanya ini kamar pengantenya. Pikir nenek Timah.
Di sebelah kanan menempel lemari besar dan juga dari kayu jati berukir.
Diatas sehelai permadani Persia yang mahal dan indah duduklah seorang putri cantik yang sedang ditemani oleh lima orang dayang-dayang yang sedang mengipasi dan membersihkan kuku-kuku kaki si putri.
Melihat nenek Timah datang, sang putri menoleh.
“Selamat datang nek di kerajaan, nenek sudah lama saya tunggu”, suara lembut merdu sekali.
“Perkenalkan saya Putri Mayang Taurai, anak raja Dang Putera dan putri Ibunda Dewi Kayangan”, kembali sang putri memperkenalkan.
“Ijinkan hamba yang jelek ini memasuki istana tuan putri. Kalau hamba lancang tolong dimaafkan, maklum hamba hanya orang kampung Subarang yang miskin.
”Nek, kami sudah tahu siapa nenek, dan kami telah menganggap nenek keluarga kami juga”, jelas sang putri.
Supaya nenek tidak canggung akan saya terangkan pada nenek sebuah peristiwa dimana sejak itu nenek masuk orang yang harus diperhatikan oleh ayahanda hamba Raja Dang Putera.
Nenek mungkin ingat, sewaktu suami nenek masih hidup, pak Haji Ahmad yang guru ngaji di Subarang, dia pernah tidak pulang satu hari. Dan kemudian satu bulan setelah itu ia jatuh sakit, dan Tuhan memanggilnya.
Sewaktu beliau hilang satu hari, sebenarnya beliau kami undang kemari atas perintah ayahanda. Saya waktu itu masih kecil. Juga Pangeran Dang Kelana kakak saya masih remaja. Kakak saya punya peliharaan seekor murai yang pandai bicara. Sewaktu kami main-main ke negeri bawah angin, begitu kami menyebut kampung nenek, terjadi sebuah kecelakaan kecil. Karne asyiknya saya main-main di lubuk jernih dipinggir ladang nenek, dan pangeran dang Kelana sedang asyik berburu seekor anak kancil, burung murainya juga terbang bermain-main. Rupanya seorang anak kampung sedang mencari burung dengan katapelnya. Dan ia membedik murai kami. Kenalah sayapnya dan patah.
Pengeran marah sekali. Untung saya bisa menyabarkan.
Saya bilang kita tarok murai ini diatas batu dipinggir lubuk. Sebentar lagi haji Ahmad akan datang dan ia akan mengambil udhuk di sini. Kami bersembunyi dibalik pohon langsat disamping lubuk.
Benar, pak haji Ahmad suami nenek datang. Ia melihat seekor burung murai batu terletak sakit sayapnya patah diatas sebuah batu. Ia nampaknya kasihan. Ia bersihkan luka sayap burung kami. Kemudian ia beri obat daun singkong yang ia kunyah dan dibalutnya dengan sobekan serban hajinya sayap burung itu.
Perbuatannya tidak lepas dari pandangan kami berdua.
Tidak lama setalah pak haji selesai berwudhuk, burung kami siuman dan melompat kebalik pohon. Lalu kami ambil. Kami melihat pak haji tersenyum puas dan ia pulang kerumah nenek.
Kami kembali ke kerajaan dan melapor kepada ayahanda. Ayahanda kelihatannya simpati dengan perbuatan haji Ahmad dan menyuruh pesuruh istana datang ke rumah nenek untuk mengundang pak haji ke istana.
Nah, setelah Pak Haji kami jamu di istana, dan ayahanda berpesan supaya Pak Haji jangan menceritakan pengalamannya di kerajaan kami. Mungkin nenek melihat setelah pulang kembali kerumah, Pak Haji berubah jadi pendiam.
Namun, kami juga turut sedih setelah kemudian Pak Haji meninggal. Nenek mungkin tidak menyadari bahwa pada hari Pak Haji meninggal sebenarnya saya dan kakak saya datang kerumah nenek. Kami membawa bunga tanda dukacita. Namun kehadiran kami pasti tidak terlihat oleh orang kampung Subarang. Karena memang demikianlah takdir kita masing-masing.
Demikian sebagai pembuka pembicaraan sang Putri Mayang Taurai menceritakan beberapa kejadian yang tidak disadari oleh Nenek Timah selama ini.
”Jadi nak Putri ini dari suku mana ya”, tanya nenek Timah.
”Nek, ceritanya panjang sekali”, kata Putri. Dulu kami ini adalah keluarga kerajaan Pagarruyung yang pertama. Karena sesuatu yang tidak terelakkan, karena sudah menjadi nasib pula, maka jadilah kami kaum yang terbuang. Dan karena sumpah kerajaan oleh Raja Pagarruyung yang pertama Dang Tuanku, maka anak keturunan dari nenek kami ”diminta supaya tidak terlihat” oleh semua rakyat Pagarruyung.
”Kenapa demikian tuan Putri”, tanya nenek Timah pula.
”Nenek kami dulunya adalah seorang selir raja Pagarruyung, yang tidak diakui oleh istana. Karena nenek kami adalah seorang dayang-dayang yang diambil dari tanah jajahan kerajaan diseberang sana, dari sebuah pulau di kerajaan Melayu.
Karena kecantikan dayang-dayang itu, diam-diam raja menaruh hati. Dan raja lalu menjadikannya selirnya, tanpa diketahui oleh Bundokanduang sang permaisuri raja.
Ketika diketahui bahwa sang selir hamil, maka ributlah Bundokanduang. Ia menyuruh untuk mengusir si selir. Rajapun cepat mengambil sikap. Ia segera menikahkan sang dayang-dayang yang telah ia peristeri dengan seorang bujang perawat kuda istana, Pandeka Kilek namanya.
Pandeka Kilek dan Sang dayang-dayang diungsikan ke sebuah hutan laranganan di kaki Gunung Tandikek. Dan karena kesaktian sang raja yang bersumpah supaya anaknya yang dikandung oleh si selir diselamatkan, ia menyumpah keturunannya itu tersembunyi dari penglihatan orang banyak.
Suatu saat si selir mau melahirkan, dan terjadilah patuih tungga di siang hari.
Gelegar petir mengagetkan orang semua. Karena hari panas betinting, tidak ada setetes pun hujan, tapi petir tengah hari itu keras luar biasa. Sebatang pohon kelapa sampai hangus terbakar.
Lahirlah seorang putri yang cantik sekali. Dan sejak itu keturunan kami tersembunyi di tengah hutan dan tidak terlihat oleh orang banyak.
Jadilah kami Orang Bunian. Keturunan kami bermukim disini. Dan kami juga sering menjemput orang kampung yang kami nilai baik, namun sering dikucilkan oleh masyarakat karena kemiskinannya. Kami bawa mereka kemari dan kami beri penghidupan di kerajaan Beringin ini. Tapi, mereka segera menjadi orang Bunian juga.
Demikianlah nek, kerajaan ini berkembang. Kami juga sering datang kepasar ke tempat orang biasa berdagang. Kami juga sering ke Malalak, ke Kayutanam, ke Kandang Ampek, ke Padangpanjang, ke Silaing, ke Batipuh, dan ke Sungai Limau dan ke Singkarak.
Cuma kaum kami tidak boleh ke tanah Agam. Karena tanah Agam adalah tanah sakti dan mulia. Ilmu Bunian akan tertolak disini. Kalau ada yang berani keluar dan memijak tanah Agam, maka dirinya akan terlihat dan ia akan mengalami malapetaka.
Dan itu pernah kejadian, seorang pemuda kami memburu kijang sampai ke batas Sungai Buluah, dan rupanya ia terpikat seorang gadis cantik yang sedang menyiang sawah disana. Ia mendekati si gadis, tanpa ia ketahui bahwa dirinya telah nyata, dan ia ditangkap orang kampung, karena penampilannya berbeda. Untunglah ia diselamatkan oleh orang tua si gadis, dan ia akhirnya menikah dengan gadis itu dan tidak pernah balik lagi ke Beringin.
”Nek, mari hiaslah diri saya, karena nanti sore calon suami saya akan datang dari tanah Jambi”, sang Putri raja meminta nek Timah untuk menghias dirinya.
”Baiklah”, kata nenek Timah.
Sang Putri Mayang Taurai di dandani oleh nenek Timah dengan eloknya. Mukanya yang cantik dan putah itu diberi pupur dari bedak beras halus yang dicampur dengan bungatanjung sehingga harum dan membuat muka si putri raja makin bercahaya. Pipinya dimerahi dengan halusan bunga kesumba dicampur dedak beras pulut yang dihaluskan. Bahan ini diracik oleh nenek Timah sendiri. Itulah kelebihan nenek Timah dalam merias penganten. Ia selalu dicari orang. Bibir sang putri diberi gincu, yang dibeli oleh ayahnya di Persia sewaktu beliau menunaikan ibadah haji.
Jadilah Putri Mayang Taurai seperti seorang dewi yang baru turun dari kayangan.
Ia adalah Putri Raja Urang Bunian.
Demikianlah nenek Timah menghias putri raja Bunian di kerajaan Beringin di kaki Gunung Tandikek, yang segera melangsungkan perkawinannya dengan seorang anak Raja dari Jambi yang juga keturuan dari orang Bunian yang mendiami hutan keramat Bukit Dua Belas.
Sorenya menjelang maghrib ia kembali diantar oleh kuda terbang dan Bujang Selamat kembali ke rumahnya di Subarang. Nenek Timah di hadiahi kalung dan gelang emas buat cucunya oleh sang Putri Raja.
Pagi-pagi sekali si Upik cucu nenek Timah terkejut melihat neneknya teridur di depan tangga rumah.
Ia bangunkan neneknya.
”Nek, bangun hari sudah shubuh. Kenapa nenek tidur di luar”, tanya Upik.
Nek Timah bangun, ia ke pancuran. Ia diam saja. Kemaren ia dipesankan oleh Putri Mayang Taurai, supaya tidak menceritakan kerajaan Bunian itu.
Cerita Nek Timah tetap tersimpan rapat sampai ia menghembuskan napas terakhirnya, dan cucunya Upik tetap menyimpan rahasia ini.
Hidup Upik Nur kini telah berubah, dan setelah ia menikah dengan Udin petani teman sekampung di Subarang. Perhiasan hadiah kerajaan Bunian yang ia simpan selama ini setelah neneknya meninggal, kemudian ia jual. Dan uangnya mereka pakai untuk modal dagang dan mereka pindah ke Pekanbaru. Disinilah Upik hidup bersama suaminya. Cerita tentang neneknya yang hilang seharian tetap ia simpan, karena ia tidak tahu sampai sekarang kemana neneknya pergi dan dari mana nenek dapat perhiasan itu. Itu tetap jadi teka teki sampai sekarang.
Demikian nenek saya mengakhiri ceritanya.
Dan memang kami tidak berani ke hutan sendirian sejak saat itu. Kami takut diambil oleh Orang Bunian.
Urang Bunian artinya orang yang bersembunyi. Mereka adalah semacam makhluk manusia rimba dan suka bersembunyi dan tidak mau kelihatan sama orang, dipercaya tinggal dihutan-hutan di kaki Gunung Tandikek di Sumatera Barat.
Keberadaan mereka oleh orang tua-tua dahulu sekitar tahun enampuluhan dipercaya memang ada. Tapi belum pernah ada yang bertemu. Mereka suka dijadikan untuk pertakut kepada anak kecil.
Tahun enempuluhan dulu kampung kami di Kandang Ampek masih lengang. Kendaraan bermotor atau oto disebutnya tidak seramai sekarang. Hanya satu-satu bus dan parahoto lewat di jalan raya. Saya ingat mereknya Chevrolet, dan menghidupkannya searang sitokar atau keneknya menggunakan sebatang besi yang ujungnya bengkok, dan dimasukkan kecelah yang ada didepan grill mobil. Disebut dengan engkol. Si kenek mobil mengengkol beberapa kali sampai mobil berbunyi menderum, dan barulah mesinnya hidup. Kalau mati lagi, akan diengkol ulang oleh sitokar. Kasihan sitokar ini, kalau hari panas dia akan bermandi keringat mengengkol mobil berulang kali. Kalau hari hujan terpaksa ia berbasah-basah mengengkol mobil.
Pada waktu itu listerik belum masuk kedesa. Penerangan memakai lampu minyak tanah atau dibuat dari sebatang bambu sariak yang diberi sumbu dari ijuk atau sabut kelapa yang disebut colok.
Kalau mau tidur, lampu colok ini dimatikan. Kalau dibiarkan hidup, selain memboroskan minyak tanah, ia juga menghasilkan abu atau jelaga yang membuat lubang hidung menjadi hitam pada pagi harinya.
*
Anak kecil tidak boleh main jauh dari rumah. Takut diculik oleh orang Bunian kata nenek.
« Siapa urang Bunian itu nek », tanya saya.
”Urang Bunian yang berumah ditengah hutan diatas sebatang pohon, dia suka dengan anak kecil. Kalau ketemu anak kecil akan diculiknya dan dijadikan budak untuk pengusir ayam dan pengayak beras”, kata nenek saya menakuti saya.
Biasanya kami langsung ciut kalau mendengar cerita nenek ini. Tidak berani lagi pergi ke hutan atau ke Batang Anai untuk menangkap burung atau ikan.
Tapi kadang kami acuhkan saja. Dan memang kami tidak pernah diculik oleh Urang Bunian, karena kami belum pernah berjumpa dengan mereka sekalipun.
Nenek saya lalu menceritakan kisah Urang Bunian yang menculik Nenek Timah di Subarang.
Subarang adalah sebuah kampung dibalik Batang Anai yang terletak di pinggir hutan dan kaki bukit. Penduduknya jarang, tapi disana banyak sawah dan luas sekali piringnya. Saya suka ke sana karena ada Anduang saya yang ibu dari ayah saya tinggal di Subarang. Nenek ada saya dua, satu saya panggil Mak Angih, yaitu ibu dari ibu saya. Mak Angih yang memelihara saya sejak kecil karena ibu masih mengikuti ayah saya yang seorang tentara yang tinggal dan suka berpindah-pindah di daerah Riau Kepulauan. Nenek saya dari pihak ayah yaitu yang saya panggil Anduang. Anduanglah yang menceritakan kisah ini.
Kembali ke cerita penculikan nenek Timah.
Sambil memperbaiki letak suginya atau tembakau isap, Anduang menghirup kopinya sehabis shalat maghrib.
Saya dan seorang teman saya si Amir yang suka tidur di rumah saya mendengar kisah yang sering diceritakan Anduang. Saya pergi ke Subarang dari Kandang Ampek bersama ayah saya dan Amir yang ikut. Kebetulan besok hari minggu kami tidak sekolah. Saya menginap di rumah Anduang.
Begini kisahnya.
Suatu hari nenek Timah sakit. Ia terbaring lemah di rumahnya di pinggir sawah di Subarang. Nenek Timah hidup hanya berdua dengan cucunya yang masih sekolah dasar. Ibu si anak atau anak dari nenek Timah sudah meninggal dunia.
Pada saat tengah hari tepat, kira-kira jam duabelas, matahari bersinar dengan teriknya. Nenek Timah masih mengerang sakit karena badannya panas.
Tiba-tiba pintu rumahnya terbuka. Ia biarkan saja. Ia sangka cucunya si Nur yang pulang dari sekolah.
Tapi rupanya bukan si Nur yang datang. Tetapi seorang anak muda berpakaian serba hitam dengan sebuah destar hitam menutupi kepalanya. Anak muda yang tampan itu tersenyum kepada nenek Timah.
Dengan lemah nenek Trimah menegur si pemuda.
”Ada apa anak datang kemari?
“Assalamualaikum nek, saya Bujang Selamat datang kesini disuruh raja Dang Putera untuk mengundang nenek ke istananya. Raja mau menikahkan putrinya dengan putra raja dari Jambi. Ia mau minta tolong nenek untuk menghias pengantin”, jelas sang pemuda.
Memang nenek Timah adalah seorang perias penganten di Subarang dan juga sering diundang ke Kandang Ampek kalau ada orang baralek.
“Tapi nenek sedang sakit, tidak mungkinlah nenek meninggalkan rumah, badan nenek masih lemah dan kepala sangat terasa sakit”, kata nenek Timah.
“Tidak usah kawatir nek, saya membawa obat untuk nenek”, katanya sambil menyerahkan sebotol kecil yang berisi cairan bewarna cokelat kepada si nenek. Minumlah air itu niscaya sebentar sakit nenek akan hilang dan badan terasa segar”, kata si pemuda menjelaskan.
“Baiklah, nenek minum”, kata nenek Timah sambil ia membuka tutup botol dan meminum isinya. Rasanya pahit-pahit manis. Rupanya obat itu terbuat dari remasan daun sicerek yang dicampur dengan madu dan pinang sinawa.
Si nenek lalau duduk. Ia merasa heran. Badannya agak terasa enakan. Kemudian si pemuda memberikan sebuah bungkusan kecil buat nenek Timah.
“Makanlah beras itu buat penguat tubuh nenek supaya siap untuk berangkat”, kata si pemuda lagi.
Nenek Timah menerima bungkusan itu dan ia membuka isinya. Tapi nenek Timah heran melihat butiran beras yang halus dan mengkilat putih bersih. Ini bukan beras kata hatinya, tapi ini adalah telur semut.
Dengan ragu nenek meletakkan bungkusan itu diatas meja.
“Makanlah nek jangan ragu, itu adalah beras penguat tubuh”, kata Bujang Selamat lagi.
Akhirnya beras itu dimakan juga oleh nenek Timah. Rasanya manis dan enak serta gurih di lidah.
Benar juga, setelah beras yang telur semut itu masuk perut, sebentar kemudian tubuh terasa kuat dan nenek bisa turn dengan enteng dari tempat tidurnya.
“Mari kita berangkat nek”, kata Bujang Selamat.
“Tapi bagaimana dengan cucu saya yang segera pulang sekolah”, kata nenek.
“Tinggalkan saja dia barang sebentar, nanti sebelum maghrib kita juga sudah kembali kesini. Nanti nenek akan saya antar dengan kereta kuda lagi”, jelas Bujang Selamat.
Kereta kuda? Pikir si nenek. Anak muda ini kesini naik bendi? Kenapa tidakkedengaran ringkik kudanya pikir si nenek lagi.
”Sebenarnya anak siapa ya?, tanya nenek Timah lagi. Ia merasa ragu dengan tampilan si anak muda itu. Belum pernah ia melihat orang muda dan sebaik anak ini di Subarang.
“Saya utusan raja nek”, jelas Bujang Selamat.
“Raja? Raja dimana? Apa raja dari Pagarruyung?, pikiran si nenek mulai dikacaukan mendengar penjelasan si anak muda.
”Bukan raja Pagarruyung, tapi raja negeri kami di kerajaan Beringin Keramat namanya”, kata si anak muda lagi.
”Kerajaan Beringin Keramat?, belum pernah saya mendengar nama kerajaan seperti itu, heran si nenek.
”Iya nek, kerajaan kami ada di atas angin dibalik awan limbubu di puncak sebuah beringin rimbun dan yang paling tinggi di kaki Gunung Tandikek”, jelas si anak muda.
”Nenek tidak mengerti dimana daerahnya itu”, kembali nenek bertanya dengan heran.
”Sekarang memang nenek belum tahu, karena kan belum pernah kesana. Nanti juga nenek akan tahu dan nenek akan menjadi tamu istimewa raja Dang Putera dengan isterinya Dewi Kayangan di istana Beringin nan Indah itu”, jelas si pemuda.
”Baiklah kata nenek Timah, mari kita berangkat”.
Nenek Timah mengambil bungkusan peragatnya untuk menghias penganten yang selalu ia bawa. Ia juga membawa sebuah peti yang berisi alat-alat suntiang dan kembang goyang lengkap dengan inai dan gincu untuk mempercantik seorang penganten.
Ia juga membawa sirih tanya-tanya untuk membantu ia membaca jampi-jampi agar si penganten kelihatan sangat cantik waktu ia hias.
Setelah mengunci pintu, ia dan Bujang Selamat naik kesebuah bendi yang rupanya telah disiapkan di bawah pohon durian di depan rumah.
Bendinya dihias dengan cantik sekali. Kepala kuda yang putih bersih dihias dengan jambul yang terbuat dari benang tujuh ragam. Pegangan kuda dari kayu jati yang mengkilat dengan gagang dari emas. Rumah bendi terbuat dari kayu yang berukir indah sekali. Tempat duduknya dari kapas tebal yang dibungkus kain beledru bewarna biru dan kelihatan masih baru. Nenek Timah naik ke bendi itu. Peragatnya di letakkan di lantai bendi. Bendi itu tercium harum sekali, seperti bau kesturi bercampur kayu kenanga.
Nenek Timah heran. Belum pernah ia melihat bendi demikian indah. Kalau ia ke Padangpanjang, ia juga naik bendi ke pasar. Tapi bendi di Padangpanjang kelihatan kotor dan jorok. Selalu tercium bau ciik kuda. Ini beda sekali. Bendi indah dan harum milik siapa ya? Pikir nenek Timah tidak habis mengerti.
”Nek, kita akan berangkat, tolong nenek duduk yang tenang, karena perjalanan kita cukup jauh, dan bendi ini akan terbang sekali-sekali untuk mempercepat sampai”, kata Bujang Selamat.
Nenek Timah makin bingung mendengar perkataan anak muda itu. Ia hanya diam saja. Bendi akan terbang? Bendi apa pula ini pikirnya. Bagaimana caranya kuda bisa terbang bersama bendinya, tidak mungkinlah. Memang, dulu pernah ia mendengar cerita tentang kuda terbang, atau semacam binatang yang bersayap dan bisa terbang. Burak namanya. Kabarnya burak inilah kendaraan nabi Muhammad sewaktu beliau isra’ dan mi’raj. Terbangnya secepat angin. Apa kuda ini keturunan burak?, pikir nenek Timah. Tapi kelihatannya ia tidak punya sayap. Ia kuda biasa. Tapi memang badannya tegap dan ramping, kepalanya tegak dan pandangan lurus kedepan.
Ah, terserahlah, yang penting aku akan lihat kemana bendi ini berjalan ke kerajaan Beringin Keramat itu.
”Hua...huaa..ayo berangkat Gumarang, kita harus cepat sampai”, kata Bujang Selamat ke kuda putih itu.
”Hiik..hiik..hiik”, kata kuda itu tiga kali.
Bendi terangkat. Nenek Timah terkejut dan ia berpegang erat-erat ke tonggak dibelakang tempat duduknya. Kuda Gumarang itu melompat dan ia melewati pohon durian dengan mudah, dan hup..ia melompati tabek di belakang pohon durian dan melewati sawah dengan kencangnya.
Benar juga bendi ini bukan berjalan di jalan biasa. Tapi bendi ini terbang dan melayang diatas persawahan dan ladang.
Pelan-pelan dan samar-samar Nenek Timah melihat dua sayap muncul dari sebelah kiri-kanan pinggang kuda itu. Ini dia burak itu. Atau ini mungkin cucunya burak itu, pikirnya.
Tidak lama mereka telah berada diatas batang Anai. Samar-samar kelihatan airnya yang memutih dibawah sana. Oh ya itu dia jembatan gadang di dekat bukik pekuburan Pasar Kerambil. Kuda dan bendi itu melayang terbang ke arah mudik mengikuti alur batang Anai. Tak lama kelihatan Bukik Rambai yang juga merupakan pandam pekuburan orang Kampung Apa dan Kandang Ampek. Kemudian kuda itu terbang melintasi batang Anai dan melewati stasiun kereta api Kandang Ampek terus ke barat menuju bekas perkebunan Belanda Bern.
Di bawah kelihatan lubuk jernih mata air Bulakan yang memancarkan air dari celah batu yang berasal dari perut Gunung Tandikek. Mata air ini adalah sumber air bagi orang Kandang Ampek, Kampung Apa, Pasa Kerambil, Guguak, Pasar Surau, Pasar Jua dan terus ke Kayutanam. Airnya jernih sekali. Ia mengairi sawah, tabek, dan mengalir melalui Batang Tarok dan Banda Gadang.
Airnya bisa langsung di minum.
Tidak lama kuda terbang ini telah melewati hutan lebat di kaki gunung Tandikek.
“Nek, siap-siaplah, sebentar lagi kita akan sampai”, kata Bujang Selamat lagi.
Kuda dan bendi itu terbang agak meninggi sekarang. Mereka memasuki awan putih seperti kapas. Udara terasa makin dingin. Nenek Timah memasang baju hangatnya dan melilitkan selendangnya kelehernya. Ia terbatuk-batuk sekarang.
Kemudian kuda itu menukik turun. Dibawah kelihatan samar-samar banyak rumah-rumah yang cantik-cantik. Tapi, modelnya aneh. Semuanya seperti bulat telur. Rumah siapa ini?, pikir nenek Timah.
Tak lama kemudian mereka telah berada di atas tanah lapang dengan rumput hijau dan indah sekali. Kuda dan bendi itu berjalan pelan sekarang. Di kiri kanan kelihatan berjejer tanaman puding segala macam warna. Ada puding gerai dengan warna daunnya kuning campur merah yang cantik sekali. Ada puding gadang dengan warna daun lebar cokelat dan hitam diselingi warna ungu yang kelihatan anggun. Disana bermain kupu-kupu yang sedang mengisap madu dari bunga ros merah, kuning, jingga, ungu, putih yang berkelompok ditanam sesuai dengan warna. Ada juga bougenville yang bewarna merah darah dan bewarna ungu yang sanagt cantik. Semua ditanam di halaman sebuah istana yang dicat putih bersih, di belakang sebuah pohon beringin raksasa dengan daun yang lebat sekali. Ada dua buah pohon beringin ini, dikiri kanan seakan ditanam sebagai tiang gapura pintu masuk ke istana itu.
”Nenek turun di sini, nanti akan dijemput oleh dayang-dayang istana”, kata Bujang Selamat.
Memang, kemudian kelihatan dua orang putri dayang-dayang dengan pakaian sulaman yang indah datang menghampiri.
Nenek Timah turun dari bendi. Peragatnya di berikan oleh Bujang Selamat ke salah seorang dayang –dayang.
“Nenek Timah, mari masuk ke istana. Putri Mayang Taurai telah menunggu”, kata salah satu dayang-dayang.
Dengan dibimbing kiri kanan oleh dua dayang-dayang itu nenek Timah berjalan memasuki istana melalui karpet merah menyala. Serambi istana telah dihiasi dengan umbul-umbul pucuk kelapa dan pucuk enau. Sesampai di serambi ia dibimbing memasuki sebuah pintu di samping kiri.
“Nek, kita ke kamar ganti dulu”, kata seorang dayang-dayang.
Di dalam kamar ganti itu banyak sekali bergantungan baju-baju yang indah-indah. Ada baju kurung, ada baju adat berenda-renda. Ada bermacam selendang beraneka warna.
Nenek Timah di pakaikan sebuah baju kurung dari sutera bewarna kuning gading dengan bunga-bunga suplir melingkar. Cantik sekali. Rambutnya disisirkan oleh dayang-dayang tadi. Badannya disemproti dengan minyak parfum dari Arab yang harum sekali. Kepalanya ditutupi dengan sebuah selendang panjang dengan warna yang sama. Dia dipakaikan sebuah terompah dari beledru dengan warna kuning yang sama. Di lehernya digantungkan kalung-kalung emas bercampur batu akik yang dirangkai indah sekali. Juga dipakaikan gelang-gelang keroncong dari emas yang kalau tangannya digerakkan akan berbunyi gemerincing.
Nenek Timah menjelma menjadi seorang wanita yang cantik anggun. Sebenarnya nenek Timah belum tua amat. Umurnya baru empat puluh lima tahun. Namun karena kemiskinan dan turun kesawah tiap hari serta mencari kayu bakar buat memasak, badannya jadi kurus kering dan kelihatan sangat tua.
“Nek, sekarang kita akan memasuki kamar ganti Tuan Putri Mayan Taurai”, kata seorang dayang-dayang.
Melalui sebuah lorong dibalik kamar itu, mereka keluar dan belok ke kiri. Disana ada ruangan yang luas sekali. Ada banyak wanita disana. Mereka merangkai bunga dan menggunting kain paco untuk hiasan kamar penganten putri. Semuanya berpakaian baju kurung warna putih seragam. Belum pernah nenek Timah menyaksikan persiapan perkawinan semeriah ini. Ia membathin, benar-benar raja yang kaya yang sedang bermenantu. Pantas semeriah ini.
Seorang dayang membuka sebuah pintu berukir yang indah sekali. Mereka memasuki sebuah kamar yang luas yang penuh dengan hiasan bergelantungan. Lampu kristal besar kelihatan menggantung persis di tengah ruangan. Mepet ke dinding belakang menempel sebuah tempat tidur besar dari kayu jati dengan ukiran kepala naga dan ular yang sedang berkejaran. Pinggir-pinggir tempat tidur telah ditempeli kain beledru warna pink dan biru selang seling warna hijau lembut. Kasurnya kelihatan tebal sekali dengan bantal-bantal besar dn kecil berselang seling diatus diatas kasur. Rupanya ini kamar pengantenya. Pikir nenek Timah.
Di sebelah kanan menempel lemari besar dan juga dari kayu jati berukir.
Diatas sehelai permadani Persia yang mahal dan indah duduklah seorang putri cantik yang sedang ditemani oleh lima orang dayang-dayang yang sedang mengipasi dan membersihkan kuku-kuku kaki si putri.
Melihat nenek Timah datang, sang putri menoleh.
“Selamat datang nek di kerajaan, nenek sudah lama saya tunggu”, suara lembut merdu sekali.
“Perkenalkan saya Putri Mayang Taurai, anak raja Dang Putera dan putri Ibunda Dewi Kayangan”, kembali sang putri memperkenalkan.
“Ijinkan hamba yang jelek ini memasuki istana tuan putri. Kalau hamba lancang tolong dimaafkan, maklum hamba hanya orang kampung Subarang yang miskin.
”Nek, kami sudah tahu siapa nenek, dan kami telah menganggap nenek keluarga kami juga”, jelas sang putri.
Supaya nenek tidak canggung akan saya terangkan pada nenek sebuah peristiwa dimana sejak itu nenek masuk orang yang harus diperhatikan oleh ayahanda hamba Raja Dang Putera.
Nenek mungkin ingat, sewaktu suami nenek masih hidup, pak Haji Ahmad yang guru ngaji di Subarang, dia pernah tidak pulang satu hari. Dan kemudian satu bulan setelah itu ia jatuh sakit, dan Tuhan memanggilnya.
Sewaktu beliau hilang satu hari, sebenarnya beliau kami undang kemari atas perintah ayahanda. Saya waktu itu masih kecil. Juga Pangeran Dang Kelana kakak saya masih remaja. Kakak saya punya peliharaan seekor murai yang pandai bicara. Sewaktu kami main-main ke negeri bawah angin, begitu kami menyebut kampung nenek, terjadi sebuah kecelakaan kecil. Karne asyiknya saya main-main di lubuk jernih dipinggir ladang nenek, dan pangeran dang Kelana sedang asyik berburu seekor anak kancil, burung murainya juga terbang bermain-main. Rupanya seorang anak kampung sedang mencari burung dengan katapelnya. Dan ia membedik murai kami. Kenalah sayapnya dan patah.
Pengeran marah sekali. Untung saya bisa menyabarkan.
Saya bilang kita tarok murai ini diatas batu dipinggir lubuk. Sebentar lagi haji Ahmad akan datang dan ia akan mengambil udhuk di sini. Kami bersembunyi dibalik pohon langsat disamping lubuk.
Benar, pak haji Ahmad suami nenek datang. Ia melihat seekor burung murai batu terletak sakit sayapnya patah diatas sebuah batu. Ia nampaknya kasihan. Ia bersihkan luka sayap burung kami. Kemudian ia beri obat daun singkong yang ia kunyah dan dibalutnya dengan sobekan serban hajinya sayap burung itu.
Perbuatannya tidak lepas dari pandangan kami berdua.
Tidak lama setalah pak haji selesai berwudhuk, burung kami siuman dan melompat kebalik pohon. Lalu kami ambil. Kami melihat pak haji tersenyum puas dan ia pulang kerumah nenek.
Kami kembali ke kerajaan dan melapor kepada ayahanda. Ayahanda kelihatannya simpati dengan perbuatan haji Ahmad dan menyuruh pesuruh istana datang ke rumah nenek untuk mengundang pak haji ke istana.
Nah, setelah Pak Haji kami jamu di istana, dan ayahanda berpesan supaya Pak Haji jangan menceritakan pengalamannya di kerajaan kami. Mungkin nenek melihat setelah pulang kembali kerumah, Pak Haji berubah jadi pendiam.
Namun, kami juga turut sedih setelah kemudian Pak Haji meninggal. Nenek mungkin tidak menyadari bahwa pada hari Pak Haji meninggal sebenarnya saya dan kakak saya datang kerumah nenek. Kami membawa bunga tanda dukacita. Namun kehadiran kami pasti tidak terlihat oleh orang kampung Subarang. Karena memang demikianlah takdir kita masing-masing.
Demikian sebagai pembuka pembicaraan sang Putri Mayang Taurai menceritakan beberapa kejadian yang tidak disadari oleh Nenek Timah selama ini.
”Jadi nak Putri ini dari suku mana ya”, tanya nenek Timah.
”Nek, ceritanya panjang sekali”, kata Putri. Dulu kami ini adalah keluarga kerajaan Pagarruyung yang pertama. Karena sesuatu yang tidak terelakkan, karena sudah menjadi nasib pula, maka jadilah kami kaum yang terbuang. Dan karena sumpah kerajaan oleh Raja Pagarruyung yang pertama Dang Tuanku, maka anak keturunan dari nenek kami ”diminta supaya tidak terlihat” oleh semua rakyat Pagarruyung.
”Kenapa demikian tuan Putri”, tanya nenek Timah pula.
”Nenek kami dulunya adalah seorang selir raja Pagarruyung, yang tidak diakui oleh istana. Karena nenek kami adalah seorang dayang-dayang yang diambil dari tanah jajahan kerajaan diseberang sana, dari sebuah pulau di kerajaan Melayu.
Karena kecantikan dayang-dayang itu, diam-diam raja menaruh hati. Dan raja lalu menjadikannya selirnya, tanpa diketahui oleh Bundokanduang sang permaisuri raja.
Ketika diketahui bahwa sang selir hamil, maka ributlah Bundokanduang. Ia menyuruh untuk mengusir si selir. Rajapun cepat mengambil sikap. Ia segera menikahkan sang dayang-dayang yang telah ia peristeri dengan seorang bujang perawat kuda istana, Pandeka Kilek namanya.
Pandeka Kilek dan Sang dayang-dayang diungsikan ke sebuah hutan laranganan di kaki Gunung Tandikek. Dan karena kesaktian sang raja yang bersumpah supaya anaknya yang dikandung oleh si selir diselamatkan, ia menyumpah keturunannya itu tersembunyi dari penglihatan orang banyak.
Suatu saat si selir mau melahirkan, dan terjadilah patuih tungga di siang hari.
Gelegar petir mengagetkan orang semua. Karena hari panas betinting, tidak ada setetes pun hujan, tapi petir tengah hari itu keras luar biasa. Sebatang pohon kelapa sampai hangus terbakar.
Lahirlah seorang putri yang cantik sekali. Dan sejak itu keturunan kami tersembunyi di tengah hutan dan tidak terlihat oleh orang banyak.
Jadilah kami Orang Bunian. Keturunan kami bermukim disini. Dan kami juga sering menjemput orang kampung yang kami nilai baik, namun sering dikucilkan oleh masyarakat karena kemiskinannya. Kami bawa mereka kemari dan kami beri penghidupan di kerajaan Beringin ini. Tapi, mereka segera menjadi orang Bunian juga.
Demikianlah nek, kerajaan ini berkembang. Kami juga sering datang kepasar ke tempat orang biasa berdagang. Kami juga sering ke Malalak, ke Kayutanam, ke Kandang Ampek, ke Padangpanjang, ke Silaing, ke Batipuh, dan ke Sungai Limau dan ke Singkarak.
Cuma kaum kami tidak boleh ke tanah Agam. Karena tanah Agam adalah tanah sakti dan mulia. Ilmu Bunian akan tertolak disini. Kalau ada yang berani keluar dan memijak tanah Agam, maka dirinya akan terlihat dan ia akan mengalami malapetaka.
Dan itu pernah kejadian, seorang pemuda kami memburu kijang sampai ke batas Sungai Buluah, dan rupanya ia terpikat seorang gadis cantik yang sedang menyiang sawah disana. Ia mendekati si gadis, tanpa ia ketahui bahwa dirinya telah nyata, dan ia ditangkap orang kampung, karena penampilannya berbeda. Untunglah ia diselamatkan oleh orang tua si gadis, dan ia akhirnya menikah dengan gadis itu dan tidak pernah balik lagi ke Beringin.
”Nek, mari hiaslah diri saya, karena nanti sore calon suami saya akan datang dari tanah Jambi”, sang Putri raja meminta nek Timah untuk menghias dirinya.
”Baiklah”, kata nenek Timah.
Sang Putri Mayang Taurai di dandani oleh nenek Timah dengan eloknya. Mukanya yang cantik dan putah itu diberi pupur dari bedak beras halus yang dicampur dengan bungatanjung sehingga harum dan membuat muka si putri raja makin bercahaya. Pipinya dimerahi dengan halusan bunga kesumba dicampur dedak beras pulut yang dihaluskan. Bahan ini diracik oleh nenek Timah sendiri. Itulah kelebihan nenek Timah dalam merias penganten. Ia selalu dicari orang. Bibir sang putri diberi gincu, yang dibeli oleh ayahnya di Persia sewaktu beliau menunaikan ibadah haji.
Jadilah Putri Mayang Taurai seperti seorang dewi yang baru turun dari kayangan.
Ia adalah Putri Raja Urang Bunian.
Demikianlah nenek Timah menghias putri raja Bunian di kerajaan Beringin di kaki Gunung Tandikek, yang segera melangsungkan perkawinannya dengan seorang anak Raja dari Jambi yang juga keturuan dari orang Bunian yang mendiami hutan keramat Bukit Dua Belas.
Sorenya menjelang maghrib ia kembali diantar oleh kuda terbang dan Bujang Selamat kembali ke rumahnya di Subarang. Nenek Timah di hadiahi kalung dan gelang emas buat cucunya oleh sang Putri Raja.
Pagi-pagi sekali si Upik cucu nenek Timah terkejut melihat neneknya teridur di depan tangga rumah.
Ia bangunkan neneknya.
”Nek, bangun hari sudah shubuh. Kenapa nenek tidur di luar”, tanya Upik.
Nek Timah bangun, ia ke pancuran. Ia diam saja. Kemaren ia dipesankan oleh Putri Mayang Taurai, supaya tidak menceritakan kerajaan Bunian itu.
Cerita Nek Timah tetap tersimpan rapat sampai ia menghembuskan napas terakhirnya, dan cucunya Upik tetap menyimpan rahasia ini.
Hidup Upik Nur kini telah berubah, dan setelah ia menikah dengan Udin petani teman sekampung di Subarang. Perhiasan hadiah kerajaan Bunian yang ia simpan selama ini setelah neneknya meninggal, kemudian ia jual. Dan uangnya mereka pakai untuk modal dagang dan mereka pindah ke Pekanbaru. Disinilah Upik hidup bersama suaminya. Cerita tentang neneknya yang hilang seharian tetap ia simpan, karena ia tidak tahu sampai sekarang kemana neneknya pergi dan dari mana nenek dapat perhiasan itu. Itu tetap jadi teka teki sampai sekarang.
Demikian nenek saya mengakhiri ceritanya.
Dan memang kami tidak berani ke hutan sendirian sejak saat itu. Kami takut diambil oleh Orang Bunian.
MENJALA IKAN
OLEH: DASRIELNOEHA
Dikampung ada sungai yang cukup besar yaitu Batang Anai. Batang Anai masih mengandung banyak ikan, ada garing, kulari, talingan-lingan, dan ada juga yang lebih kecil seperti baung, mungkuih, dan sitokah. Ikan ini sering ditangkap oleh penjala ikan. Penjala ikan ini adalah orang yang menangkap ikan disungai dengan menggunakan jala, atau jaring yang dijalin dari benang nilon kemudian diberi pemberat timah diujungnya.
Jala ini kemudian dilemparkan ketengah sungai yang ada ikannya. Ikan akan tersangkut di jala, dan lalu diambil dan dimasukkan kedalam keranjang.
Ada beberapa penjala ikan yang terkenal di kampung saya tahun enampuluhan dulu.
Ada Pak Sapar, ada Pak Labai namanya. Sering mereka menjual ikan garing, ikan kulari, ikan mungkuih hasil jala mereka ke ibu saya.
Waktu itu Batang Anai masih banyak ikannya. Belum kena racun atau ditangkap orang nakal dengan memakai strum.
Kalau mereka menjala ikan di malam hari biasanya hasilnya agak banyak. Bisa semalam mengumpulkan ikan sampai sepuluh kilo. Lumayan mereka jual bisa buat beli beras untuk makan keluarga mereka.
Kami juga dulu suka menangkap ikan di Batang Anai. Tapi kami tidak menggunakan jala. Selain susah, harga jala mahal, dan menangkap dengan jala kurang mengasikkan.
Kami menangkap ikan menggunakan kawat yang diruncingkan depannya dan ditembakkan dengan semacam pestol yang kami buat sendiri dari sebuah dahan kayu, dan diberi karen benen ban sebagai pelenturnya. Kami sebut penangkap ikan model ini dengan Panembak. Kalau menangkap ikan dengan jala, cukup melemparkannya saja ke air dari sebuah batu tempat berdiri. Tapi kalau menggunakan panembak, kita harus menyelam kedalam air mencari ikan dengan menggunakan sebuah teropong yang kami buat sendiri dari potongan dahan kayu dengan dilobangi dan diberi sebuah kaca untuk lensa yang akan digunakan dalam air. Modelnya harus disesuaikan dengan besarnya lekukan mata kita. Kayu yang digunakan biasanya dahan kayu surian, semacam kayu yang terkenal untuk pembuat perabot.
*
Di kampung dulu ada dongeng atau cerita lama mengenai penjala ikan yang selalu menjala malam hari.
Namanya Mak Haji orang kampung menyebutnya. Ia memang telah menunaikan ibadah haji ke Mekah.
Ia terkenal karena sering dapat menangkap ikan yang banyak dan besar-besar.
Ceritanya memang agak unik. Mak Haji sering menangkap ikan kalau hari hujan, sementara penjala lain takut turun ke Batang Anai kalau hari hujan, karena jangan-jangan nanti air gabuak atau air deras karena hujan di hulu. Bisa hanyut penjala kalau air terlalu gabuak.
Kabarnya Mak Haji berani turun kalau hari hujan lebat karena ia ditemani oleh seekor harimau peliharaannya. Inyiak Balang dipanggil namanya.
Kalau Mak Haji mau menangkap ikan malam hari, maka Mak Haji naik di punggung si belang. Ia bisa melompati batu-batu di tengah sungai untuk membantu Mak Haji menebarkan jala. Walau ditengah hujan deras Mak Haji bisa juga menangkap ikan.
Biasanya kalau air gabuak ikan akan keluar dari sarangnya karena suara air yang bergemuruh. Dan juga air akan menghanyutkan sampah dari arah Padangpanjang yang banyak membawa sisa makanan yang digemari ikan. Ikan baung besar-besar, ikan panjang, ikan gariang besar, dan ikan kulari ikan banyak keluar kalau air gabuak. Dan jala Mak Haji akan penuh dengan ikan yang bergelantungan.
Kalau sudah banyak ikan didapat, biasanya Mak Haji istirahat di pinggir Batang
Anai dan berteduh di balik batu besar, yang sekitarnya ditumbuhi oleh pohon tibarau atau sejenis bambu yang batangya rimbun dan kecil-kecil.
Dulu aku ingat kalau main ke Batang Anai, aku suka sekali mengambil batang tibarau ini untuk dibuat tongkat.
Si Belang ikut berteduh dibelakang batu itu. Ia menjaga Mak Haji. Mak Haji melemparkan beberapa ekor ikan baung besar kegemaran si Belang. Mak Haji biasanya membawa nasi bungkus dan beberapa telor ayam. Ikan akan dibakar dan dimakan dengan rebus telor ayam. Nikmat sekali kata Mak haji.
Mereka akan pulang kerumah kalau hujan telah teduh dan berhenti. SI Belang akan pulang kesarangnya di semak belukar di Baruah dan Mak Haji pulang ke rumahnya di pinggir ladang di Pasar Kerambil.
Cerita Mak Haji berteman dengan si Belang sang harimau itu juga unik.
Suatu hari di hutan dekat ladang Mak Haji di pinggir Batang Anai, ia mendengar suara mengaum namun lebih merupakan suara keluhan seekor harimau.
Mak Haji mendekat keareah suara dari rumpun bambu yang tumbuh di pinggir sungai Batang Anai. Disitu kelihatan seekor harimau besar sedang duduk dengan kaki terjulur dan telapaknya penuh dengan darah. Rupanya ia terinjak potongan batang bambu yang runcing dan langsung menusuk telapak kakinya.
Mak Haji mendekat dengan berani, karena ia kasihan pada harimau itu dan ia berkata.
”Oh, kau rupanya, kakimu berdarah tertusuk bambu. Kau mengejar babi kesini, rupanya babi lebih cerdik darimu. Kan kakinya kecil dan berkuku tidak akan tertusuk pancang ini. Kakimu besar dan tapakmu lembut pastilah akan mudah tertusuk”, kata Mak Haji.
”Tapi kamu janji dulu, aku tolong mengobati kakimu, tapi jangan engkau makan aku ya” kata Mak Haji lagi.
”Grmmmm, kata harimau itu, kelihatan air matanya meleleh menahan sakit.
”Baiklah tunggu sebentar, aku kepondok dulu mengambil kain paco untuk membalut lukamu, kamu tunggu disini”, kata Mak Haji lagi.
”Grmmmmm”, kata harimau itu lagi.
Mak Haji kembali ke pondoknya. Ia membuat obat luka dari gilingan daun tembakau dicampur daun si cerek dan daun singkong.
Ia tetesi minyak makan. Minyak ikan ini dibuat sendiri oleh Mak Haji.
Bila habis menjala dapat ikan situkah yang hitam besar dan ikan talingan-lingan jantan, biasanya selalu disisihkan, tiga ekor tiga ekor. Ikan ini dijemur. Dan bila telah kering, akan dicampur dengan ulat kelapa dan ditumbuk halus. Kemudian akan dilumuri dengan minyak kelapa yang dibuat sendiri. Itu dijadikan obat luka. Obat luka minyak ikan buatan Mak Haji ini manjur sekali.
Dan Mak Haji membawa beberapa lembar kain paco atau potongan kain yang bersih.
Kemudian ia datangi lagi rumpun bambu itu ketempat si harimau kejebak duri ranjau potongan bambu.
”Aden akan mencabut ranjau ini, kamu tahan sakitnya ya”, kata Mak Haji ke harimau itu.
”Grmmmmm”, kata harimau itu.
Dengan sekuat tenaga Mak Haji mencabut ranjau itu. Darah memancar dari luka di telapak kaki si harimau. Luka itu disiram oleh Mak Haji dengan air bekas gilingan tembakau yang dicampur dengan minyak kelapa. Ajaib, darah itu berhenti mengalir. Luka itu dalam dan ditumbok oleh Mak Haji dengan gilingan tembakau campur daun tadi. Dan kemudian diolesi minyak obat luka.
Lalu ia tutup dan balut dengan kain paco.
Kelihatan si harimau sudah bisa menyeringai dan tidak kesakitan lagi.
Si harimau kemudian menjilat kaki Mak Haji.
”Pergilah ke sarangmu, dan selama tiga hari kamu tidak boleh jalan dulu, atau kalau mau jalan, jangan kamu injakkan dulu telapak kananmu ini. Biar lukanya kering dan sembuh dulu”, kata Mak Haji lagi.
”Grmmmmm”, kata harimau itu sambil menghilang kedalam semak.
Mak Haji pulang kembali ke pondoknya.
Setelah dua minggu, pada malam hari bulan purnama, sewaktu Mak Haji mau tidur di pondok, ia kemudian mendengar auman suara harimau di belakang pondok dan suara ranting yang terpijak.
Ia kemudian keluar pondok. Dan ia melihat kembali si harimau tempo hari datang. Dan kakinya tidak pincang lagi. Rupanya telah sembuh lukanya. Anehnya di mulutnya ia menggunggung seekor anak kijang yang telah sekarat. Rupanya ia telah menangkap anak kijang itu.
Harimau itu membawanya kedepan pondok. Dan disana anak kijang itu dilepasnya.
Harimau itu melihat ke Mak Haji. Ia mengibaskan ekornya.
”Grmmmm”, katanya sambil kakinya mengaiskan anak kijang tadi.
”Oh, kamu mau berterima kasih dan memberikan anak kijang ini padaku ya”, tanya Mak Haji.
”Grmmmm”, aum harimau itu lagi, kemudian ia melompat dalam keremangan cahaya bulan di balik pohon durian dan terus masuk ke semak.
Mak Haji kemudian menyembelih anak kijang itu, dikuliti dan dagingnya dibakar serta dibuat dendeng untuk persiapan lauk.
Besoknya, sebagian dendeng itu ia letakkan di pinggir semak buat si Belang. Dan si Belang malam hari mengambilnya dan memakan dendeng itu.
Begitulah akhirnya antara Mak Haji dan si Belang terjalin persahabatan yang baik dan mereka saling tolong menolong.
Suatu hari Mak Haji akan menjala ikan ke Batang Anai. Namun rupanya hari gelap dan akan turun hujan. Ia jadi mengurungkan niatnya untuk menjala sore itu. Sehabis waktu maghrib hujan turun dengan lebatnya. Kemudian dibalik pondok ia mendengar auman si Belang. Ia lihat rupanya harimau sahabatnya itu sedang duduk menjolorkan kakinya. Mak Haji mendekat. Si harimau menggeserkan punggungnya ke Mak Haji.
”Oh kamu akan mengajak saya menaiki punggungmu ya”, tanya Mak Haji.
”Grmmm”, aum si harimau.
”Baiklah kalau kamu mau mengendong saya, ayok kita pergi untuk menjala ke Batang Anai. Kalau hujan begini biasanya banyak ikan yang mabok dan dengan mudah kita jala. Nanti kamu kan bisa makan baung yang banyak”, demikian kata Mak Haji.
Demikianlah, akhirnya Mak Haji terbiasa digendong oleh si Belang pergi menjala ikan kalau hari hujan lebat.
Dan mereka selalu dapat ikan yang banyak.
Bila orang kampung menanyakan, kenapa Mak Haji selalu mendapat ikan yang besar dan banyak, maka selalu dijawab oleh Mak Haji bahwa itu rejeki si Belang harimau peliharaannya.
Orang kampung hormat kepada Mak Haji dan juga agak takut kepadanya.
Pak Sapar dan Pak Labai pandai menjala ikan, karena diajari oleh Mak Haji bagaimana cara menjala ikan yang baik.
Tapi tidak diijinkan untuk ketemu si Belang.
”Nanti kalian takut, karena si Belang adalah harimau yang besar”, kata Mak Haji.
Sewaktu Mak Haji meninggal, di kuburannya di Rambai, selama tiga hari orang kampung tidak berani mendekat kesana, apalagi kalau sehabis waktu shalat Isya orang yang melewati kuburan itu agak takut.
Karena waktu itu si Belang ada di sana dan ia mengaum sejadi-jadinya.
Ia rupanya sedih ditinggal sahabatnya Mak Haji yang baik.
Itulah si Belang sang harimau yang bersahabat dengan seorang penjala malam hari, Mak Haji yang juga orang baik.
Sehabis itu kadang-kadang orang kampung suka melihat si Belang muncul di belakang rumah Mak Haji dan duduk di belakang dapur. Ia mengaum tiga kali dan kemudian menghilang.
Ia masih setia, sampai beberapa saat. Namun, sesudah itu ia tidak muncul lagi. Mungkin ia telah mengikuti Mak Haji menemui Sang Pencipta.
Dikampung ada sungai yang cukup besar yaitu Batang Anai. Batang Anai masih mengandung banyak ikan, ada garing, kulari, talingan-lingan, dan ada juga yang lebih kecil seperti baung, mungkuih, dan sitokah. Ikan ini sering ditangkap oleh penjala ikan. Penjala ikan ini adalah orang yang menangkap ikan disungai dengan menggunakan jala, atau jaring yang dijalin dari benang nilon kemudian diberi pemberat timah diujungnya.
Jala ini kemudian dilemparkan ketengah sungai yang ada ikannya. Ikan akan tersangkut di jala, dan lalu diambil dan dimasukkan kedalam keranjang.
Ada beberapa penjala ikan yang terkenal di kampung saya tahun enampuluhan dulu.
Ada Pak Sapar, ada Pak Labai namanya. Sering mereka menjual ikan garing, ikan kulari, ikan mungkuih hasil jala mereka ke ibu saya.
Waktu itu Batang Anai masih banyak ikannya. Belum kena racun atau ditangkap orang nakal dengan memakai strum.
Kalau mereka menjala ikan di malam hari biasanya hasilnya agak banyak. Bisa semalam mengumpulkan ikan sampai sepuluh kilo. Lumayan mereka jual bisa buat beli beras untuk makan keluarga mereka.
Kami juga dulu suka menangkap ikan di Batang Anai. Tapi kami tidak menggunakan jala. Selain susah, harga jala mahal, dan menangkap dengan jala kurang mengasikkan.
Kami menangkap ikan menggunakan kawat yang diruncingkan depannya dan ditembakkan dengan semacam pestol yang kami buat sendiri dari sebuah dahan kayu, dan diberi karen benen ban sebagai pelenturnya. Kami sebut penangkap ikan model ini dengan Panembak. Kalau menangkap ikan dengan jala, cukup melemparkannya saja ke air dari sebuah batu tempat berdiri. Tapi kalau menggunakan panembak, kita harus menyelam kedalam air mencari ikan dengan menggunakan sebuah teropong yang kami buat sendiri dari potongan dahan kayu dengan dilobangi dan diberi sebuah kaca untuk lensa yang akan digunakan dalam air. Modelnya harus disesuaikan dengan besarnya lekukan mata kita. Kayu yang digunakan biasanya dahan kayu surian, semacam kayu yang terkenal untuk pembuat perabot.
*
Di kampung dulu ada dongeng atau cerita lama mengenai penjala ikan yang selalu menjala malam hari.
Namanya Mak Haji orang kampung menyebutnya. Ia memang telah menunaikan ibadah haji ke Mekah.
Ia terkenal karena sering dapat menangkap ikan yang banyak dan besar-besar.
Ceritanya memang agak unik. Mak Haji sering menangkap ikan kalau hari hujan, sementara penjala lain takut turun ke Batang Anai kalau hari hujan, karena jangan-jangan nanti air gabuak atau air deras karena hujan di hulu. Bisa hanyut penjala kalau air terlalu gabuak.
Kabarnya Mak Haji berani turun kalau hari hujan lebat karena ia ditemani oleh seekor harimau peliharaannya. Inyiak Balang dipanggil namanya.
Kalau Mak Haji mau menangkap ikan malam hari, maka Mak Haji naik di punggung si belang. Ia bisa melompati batu-batu di tengah sungai untuk membantu Mak Haji menebarkan jala. Walau ditengah hujan deras Mak Haji bisa juga menangkap ikan.
Biasanya kalau air gabuak ikan akan keluar dari sarangnya karena suara air yang bergemuruh. Dan juga air akan menghanyutkan sampah dari arah Padangpanjang yang banyak membawa sisa makanan yang digemari ikan. Ikan baung besar-besar, ikan panjang, ikan gariang besar, dan ikan kulari ikan banyak keluar kalau air gabuak. Dan jala Mak Haji akan penuh dengan ikan yang bergelantungan.
Kalau sudah banyak ikan didapat, biasanya Mak Haji istirahat di pinggir Batang
Anai dan berteduh di balik batu besar, yang sekitarnya ditumbuhi oleh pohon tibarau atau sejenis bambu yang batangya rimbun dan kecil-kecil.
Dulu aku ingat kalau main ke Batang Anai, aku suka sekali mengambil batang tibarau ini untuk dibuat tongkat.
Si Belang ikut berteduh dibelakang batu itu. Ia menjaga Mak Haji. Mak Haji melemparkan beberapa ekor ikan baung besar kegemaran si Belang. Mak Haji biasanya membawa nasi bungkus dan beberapa telor ayam. Ikan akan dibakar dan dimakan dengan rebus telor ayam. Nikmat sekali kata Mak haji.
Mereka akan pulang kerumah kalau hujan telah teduh dan berhenti. SI Belang akan pulang kesarangnya di semak belukar di Baruah dan Mak Haji pulang ke rumahnya di pinggir ladang di Pasar Kerambil.
Cerita Mak Haji berteman dengan si Belang sang harimau itu juga unik.
Suatu hari di hutan dekat ladang Mak Haji di pinggir Batang Anai, ia mendengar suara mengaum namun lebih merupakan suara keluhan seekor harimau.
Mak Haji mendekat keareah suara dari rumpun bambu yang tumbuh di pinggir sungai Batang Anai. Disitu kelihatan seekor harimau besar sedang duduk dengan kaki terjulur dan telapaknya penuh dengan darah. Rupanya ia terinjak potongan batang bambu yang runcing dan langsung menusuk telapak kakinya.
Mak Haji mendekat dengan berani, karena ia kasihan pada harimau itu dan ia berkata.
”Oh, kau rupanya, kakimu berdarah tertusuk bambu. Kau mengejar babi kesini, rupanya babi lebih cerdik darimu. Kan kakinya kecil dan berkuku tidak akan tertusuk pancang ini. Kakimu besar dan tapakmu lembut pastilah akan mudah tertusuk”, kata Mak Haji.
”Tapi kamu janji dulu, aku tolong mengobati kakimu, tapi jangan engkau makan aku ya” kata Mak Haji lagi.
”Grmmmm, kata harimau itu, kelihatan air matanya meleleh menahan sakit.
”Baiklah tunggu sebentar, aku kepondok dulu mengambil kain paco untuk membalut lukamu, kamu tunggu disini”, kata Mak Haji lagi.
”Grmmmmm”, kata harimau itu lagi.
Mak Haji kembali ke pondoknya. Ia membuat obat luka dari gilingan daun tembakau dicampur daun si cerek dan daun singkong.
Ia tetesi minyak makan. Minyak ikan ini dibuat sendiri oleh Mak Haji.
Bila habis menjala dapat ikan situkah yang hitam besar dan ikan talingan-lingan jantan, biasanya selalu disisihkan, tiga ekor tiga ekor. Ikan ini dijemur. Dan bila telah kering, akan dicampur dengan ulat kelapa dan ditumbuk halus. Kemudian akan dilumuri dengan minyak kelapa yang dibuat sendiri. Itu dijadikan obat luka. Obat luka minyak ikan buatan Mak Haji ini manjur sekali.
Dan Mak Haji membawa beberapa lembar kain paco atau potongan kain yang bersih.
Kemudian ia datangi lagi rumpun bambu itu ketempat si harimau kejebak duri ranjau potongan bambu.
”Aden akan mencabut ranjau ini, kamu tahan sakitnya ya”, kata Mak Haji ke harimau itu.
”Grmmmmm”, kata harimau itu.
Dengan sekuat tenaga Mak Haji mencabut ranjau itu. Darah memancar dari luka di telapak kaki si harimau. Luka itu disiram oleh Mak Haji dengan air bekas gilingan tembakau yang dicampur dengan minyak kelapa. Ajaib, darah itu berhenti mengalir. Luka itu dalam dan ditumbok oleh Mak Haji dengan gilingan tembakau campur daun tadi. Dan kemudian diolesi minyak obat luka.
Lalu ia tutup dan balut dengan kain paco.
Kelihatan si harimau sudah bisa menyeringai dan tidak kesakitan lagi.
Si harimau kemudian menjilat kaki Mak Haji.
”Pergilah ke sarangmu, dan selama tiga hari kamu tidak boleh jalan dulu, atau kalau mau jalan, jangan kamu injakkan dulu telapak kananmu ini. Biar lukanya kering dan sembuh dulu”, kata Mak Haji lagi.
”Grmmmmm”, kata harimau itu sambil menghilang kedalam semak.
Mak Haji pulang kembali ke pondoknya.
Setelah dua minggu, pada malam hari bulan purnama, sewaktu Mak Haji mau tidur di pondok, ia kemudian mendengar auman suara harimau di belakang pondok dan suara ranting yang terpijak.
Ia kemudian keluar pondok. Dan ia melihat kembali si harimau tempo hari datang. Dan kakinya tidak pincang lagi. Rupanya telah sembuh lukanya. Anehnya di mulutnya ia menggunggung seekor anak kijang yang telah sekarat. Rupanya ia telah menangkap anak kijang itu.
Harimau itu membawanya kedepan pondok. Dan disana anak kijang itu dilepasnya.
Harimau itu melihat ke Mak Haji. Ia mengibaskan ekornya.
”Grmmmm”, katanya sambil kakinya mengaiskan anak kijang tadi.
”Oh, kamu mau berterima kasih dan memberikan anak kijang ini padaku ya”, tanya Mak Haji.
”Grmmmm”, aum harimau itu lagi, kemudian ia melompat dalam keremangan cahaya bulan di balik pohon durian dan terus masuk ke semak.
Mak Haji kemudian menyembelih anak kijang itu, dikuliti dan dagingnya dibakar serta dibuat dendeng untuk persiapan lauk.
Besoknya, sebagian dendeng itu ia letakkan di pinggir semak buat si Belang. Dan si Belang malam hari mengambilnya dan memakan dendeng itu.
Begitulah akhirnya antara Mak Haji dan si Belang terjalin persahabatan yang baik dan mereka saling tolong menolong.
Suatu hari Mak Haji akan menjala ikan ke Batang Anai. Namun rupanya hari gelap dan akan turun hujan. Ia jadi mengurungkan niatnya untuk menjala sore itu. Sehabis waktu maghrib hujan turun dengan lebatnya. Kemudian dibalik pondok ia mendengar auman si Belang. Ia lihat rupanya harimau sahabatnya itu sedang duduk menjolorkan kakinya. Mak Haji mendekat. Si harimau menggeserkan punggungnya ke Mak Haji.
”Oh kamu akan mengajak saya menaiki punggungmu ya”, tanya Mak Haji.
”Grmmm”, aum si harimau.
”Baiklah kalau kamu mau mengendong saya, ayok kita pergi untuk menjala ke Batang Anai. Kalau hujan begini biasanya banyak ikan yang mabok dan dengan mudah kita jala. Nanti kamu kan bisa makan baung yang banyak”, demikian kata Mak Haji.
Demikianlah, akhirnya Mak Haji terbiasa digendong oleh si Belang pergi menjala ikan kalau hari hujan lebat.
Dan mereka selalu dapat ikan yang banyak.
Bila orang kampung menanyakan, kenapa Mak Haji selalu mendapat ikan yang besar dan banyak, maka selalu dijawab oleh Mak Haji bahwa itu rejeki si Belang harimau peliharaannya.
Orang kampung hormat kepada Mak Haji dan juga agak takut kepadanya.
Pak Sapar dan Pak Labai pandai menjala ikan, karena diajari oleh Mak Haji bagaimana cara menjala ikan yang baik.
Tapi tidak diijinkan untuk ketemu si Belang.
”Nanti kalian takut, karena si Belang adalah harimau yang besar”, kata Mak Haji.
Sewaktu Mak Haji meninggal, di kuburannya di Rambai, selama tiga hari orang kampung tidak berani mendekat kesana, apalagi kalau sehabis waktu shalat Isya orang yang melewati kuburan itu agak takut.
Karena waktu itu si Belang ada di sana dan ia mengaum sejadi-jadinya.
Ia rupanya sedih ditinggal sahabatnya Mak Haji yang baik.
Itulah si Belang sang harimau yang bersahabat dengan seorang penjala malam hari, Mak Haji yang juga orang baik.
Sehabis itu kadang-kadang orang kampung suka melihat si Belang muncul di belakang rumah Mak Haji dan duduk di belakang dapur. Ia mengaum tiga kali dan kemudian menghilang.
Ia masih setia, sampai beberapa saat. Namun, sesudah itu ia tidak muncul lagi. Mungkin ia telah mengikuti Mak Haji menemui Sang Pencipta.
BARALEK
OLEH: DASRIELNOEHA
Di kampung saya dulu sekitar tahun enampuluhan, lingkungan alamnya masih amat bagus dan disebut sebagai masih lestari. Banyak pohon di hutan, dan semak-semaknya masih asri yang dihuni oleh binatang seperti rusa, babi, kancil, juga harimau. Sungainya masih jernih. Batang Anai adalah sebuah sungai berair deras yang agak besar mengalir di tengah kampung. Sumber airnya berasal dari gunung Singgalang di daerah Padang Panjang.
Di kampung saya, di perut Batang Anai masih banyak ditemukan ikan garing, ikan kulari, ikan panjang, ikan mungkuih, situkah, kapareh, baung dan lain-lain.
Kalau ada mau perhelatan di kampung, biasanya pada tiga hari sebelum hari pesta, pemuda kampung mengadakan musyawarah untuk menangkap ikan untuk membuat pangek ikan. Pangek ikan merupakan lauk yang wajib ada sewaktu pesta pernikahan.
Di sepanjang Batang Anai biasanya ada cabang sungai yang disebut Anak Aie yang bisa panjangnya samapi tiga kilometer.
Nah, para pemuda ini esok harinya akan ”mengalah” atau menangkap ikan di Anak Aie ini.
Di hulunya atau ditempat air masuk yang biasanya lebarnya sampai 10 meter dipokok atau disumbat dengan menyusun batu-batu yang kemudian ditutup dengan lumpur sawah dan daun-daun. Anak Aie dikeringkan dengan menyumbat hulunya itu.
Setelah kering, mulailah beramai-ramai pemuda ini menangkap ikan yang terperangkap karena kekeringan. Biasanya dengan mudah dicokok ikan gariang, kulari, baung, mungkuhi biasanya yang paling banyak, udang, juga ikan panjang.
Dari hulu sampai kemuaranya Anak Aie ini ditelusuri untuk menangkap ikan.
Banyak juga yang dapat biasanya bisa sekitar lima puluh kilo. Setelah dirasa cukup untuk keperluan alek, sumbat di hulu kembali dibuka dan air akan mengalir lagi ke Anak Aie. Anak Aie ini biasanya digunakan untuk mengairi sawah.
Pada saat mengalah inilah kegiatan gotong royong dan kekompakan pemuda kelihatan. Biasanya kegiatan mengalah ini diberitahukan sekitar satu bulan sebelumnya ke semua anak negeri. Pemuda yang belajar di kota seperti di Padang, Padangpanjang, Bukittinggi akan pulang dan beramai-ramai mereka mengikuti acara mangalah ini.
Pada malam harinya, biasanya pangek ikan hasil mengalah ini sudah matang oleh ibu-ibu.
Dan pangek ikan kecil-kecil biasanya akan dimakan beramai-ramai oleh pemuda yang mengikuti acara mangalah siang harinya. Nah, malam hari ini akan meriah sekali, karena para gadis-gadis akan ikut ”menating” atau mengantarkan piring yang berisi lauk pauk kedepan para pemuda.
Dan kegiatan ini biasanya akan diiringi dengan meniup saluang oleh tukang saluang dan diiringi oleh dendang atau nyanyian oleh penyanyinya.
Nyanyiannya biasanya bernada sedih, kisah kasih asmara, kisah perantauan seperti lagu Singgalang, Mudiak Arau, Ondeh Mandeh, dan lain-lain.
Basaluang bisa sampai waktu subuh. Dan usainya biasanya setelah terdengar azan subuh.
Pada malam harinya akan dilanjutkan dengan acara “malam bainai”, yaitu memberi warna kuku si pengantin perempuan dengan inai, yaitu daun inai yang digiling halus dan kemudian ditempelkan ke kuku jari si perempuan.
Pada malam bainai ini rumah pengantin wanita akan ramai oleh para gadis-gadis, yang mencandai pengantin perempuan yang amat beruntung telah mendapatkan jodohnya.
Bila kebetulan pengantin laki-laki adalah memang pilihan hatinya, akan terdengarlah canda ria sipengantin dengan para teman-temannya.
Namun, bila seandainya si pengantin perempuan hanya dijodohkan oleh keluarganya yang merupakan laki-laki yang kurang disenanginya, biasanya pengantin perempuan akn merengut dan menangis. Ia akan dihibur oleh teman-temannya dengan nyanyian penganten.
Malam-malam ka tigo yo mamak,
Malam-malam ba inai, yo sayang,
Anak Daro yo mamak,
Jo Marapulai
Dan di rumah penganten laki-laki akan ramai oleh para pemuda teman-temanya karena diadakan acara batagak gala.
Batagak gala adalah pemberian gelar sesuai adat Minang terhadap seorang pemuda yang telah mendapatkan jodoh dan dinikahkan dengan seoraong wanita.
Gala atau gelar yang diberikan biasanya dicarikan oleh Mamak atau Datuak Suku si penganten, yang diambilkan dari gelar suku bapaknya. Dicarilah gelar yang sudah lama terletak atau si pemilik gelar sudah meninggal. Misalnya gelar Sutan Makhudum dari suku Koto. Sutan Bandaro dari suku Jambak, Sutan Rajo Ameh dari suku Jambak, sutan Pamuncak dari suku Panyalai, dan lain-lain.
Ada Sutan Mangkuto, Sutan Diateh, Sutan Pamenan, Rajo Sutan, namun semuanya diawali dengan sebutan Sutan, yang menandakan bahwa itu gelar orang Minang.
Setelah menikah dan mendapat gelar, laki-laki Minang akan dipanggil gelarnya, dan nama kecilnya akan jarang di sebut orang.
Baralek atau pesta dalam adat Minang memang suatu kegiatan bersama dan disebutnya dengan gotong royong.
Bila telah disepakati oleh kedua belah pihak kapan diadakan pesta pernikahan, maka disusunlah acara yang harus ditempuh.
Maka acara pertama adalah “mangalah”, kemudian diikuti dengan “batagak gala”, kemudian baru “baralek” atau pesta pernikahan.
Untuk memberi tahu orang kampung, maka akan diutus dua orang pemuda untuk penganten laki-laki dan dua orang gadis untuk penganten perempuan.
Si “pemanggil” mereka disebutnya, akan mendatangi semua rumah untuk memberi tahu akan acara pernikahan tersebut sekalian mengundang untuk datang.
Kami diutus oleh Datuk Rajo Khatib, penghulu kami untuk mengundang bapak/ibu/saudara/saudari datang untuk acara pernikahan anak kemenakan kami si Fulan dengan si Wati, tanggal lima hari Kemis untuk mengalah, hari Jum’at menikah dan batagak gala, serta hari Sabtu malam Minggu pesta pernikahan.
Demikian kalimat yang diucapkan oleh si pemanggil sambil ia mengeluarkan sirih dan kapurnya yang ia bawa.
Si empunya rumah, akan mengambil sirih atau hanya memegang dan menyobek saja sebagai syarat telah menerima berita.
Pada hari perhelatan biasanya ibu-ibu akan membawa beras 1 liter yang diserahkan ke rumah si penganten.
Dan satu hari sebelumnya para ibu-ibu akan datang ramai-ramai kerumah si penganten untuk “mamasak” lauk pauk seperti; pangek ikan, rendang, kalio, goreng taruang, gulai cubadak, gulai kamumu, pargedel, nasi kuniang, ayam singgang, wajik.
Suasana kekeluargaan akan terasa kental sekali saat ini. Semuanya bergembira. Dapur khusus dibuat di luar rumah untuk memasak makanan sebanyak itu.
Pada acara ini yang jadi raja sehari ”Marapulai” sebutan untuk penganten pria, dan ”Anak Daro” sebutan untuk penganten perempuan.
Pakaian marapulai adalah pakaian datuk dengan deta di kepala, sedangkan anak daro memakai suntiang di kepalanya.
Tamu undangan akan datang dengan masing-masing pihaknya.
Untuk urang sumando, ninik mamak, alim ulama dan cadaik pandai (orang terpandang di kampuan) akan datang pada malam sebelum acara perhelatan.
Semua hidangan diletakkan secara ”adat”.
Induk jamba biasanya, ikan besar yang digoreng tanpa dipotong-potong, ayam singgang, semur daging, pangek dagiang, akan diletakkan di pangka dan khusus untuk para ninik mamak dan alim ulama.
Mereka duduk dibawah tirai yang dipasang dilangik-langik, dan dinding ruangan ditutup tabir, dan lantai dialasi dengan permadani.
Hidangan yang lain seperti pangek ikan, gulai kamumu, goreng taruang, randang, goreng talue, kalio, akan diatur di bawahnya, yang diselang selingi dengan wajik dan nasi kuniang (beras ketan yang diwarnai dengan kunyit dimasak sehingga bewarna kuning).
Sebelum makan akan didahului oleh petatah petitih yang disebut dengan ”acara pasambahan”, yaitu berjawab kata yang disusun rapi menyangkut penyampaian terima kasih pada undangan yang telah datang, dan supaya makanan dimakan serta air minta diminum.
Namun, acara ini bisa memakan waktu samaoiu 1 jam lebih karena akan ada bumbu kata-kata dalam bahasa Minang yang diucapkan secara kias.
Pesambahan dimulai dengan kata pembukaan oleh si pangka auat tuan rumah, dan diteruskan oleh pengetua adat atau datuk, dan akan disambut oleh wakil alek atau tamu undangan.
Ada kata-kata seperti berikut:
Indak dikami pihak sipangka, anak kemenakan datuak Rajo Khatib, mahaturkan sambah kabakeh alek kami, kok dari lurah alah mandaki, dari bukik alah manurun, tampak jauah lah lah jaleh bana, tampak dakek lah tacogok, alah sanang hati kami, alah sajuak malah kiro-kiro, salam jo sambah kami haturkan kabakeh niniak mamak, alim ulama cadiak pandai, basa batuah, sarato alek kasadonyo.
Maminta ijin kami ka Datuak, yang mulie Datuak Rajo Khatib, ateh namo si pangka, sasudah baiyo kami badunsanak, tungku nan tigo sajarangan, kok bulek lah buliah di golongkan, kok picak nak dilayangkan, mamohon kami ka alek, untuak mamintak kasadiaan mancicipi hidangan kami, nan sangajo kaki katangahkan, mamanuhi aturan adat jo limbago iyo adat kita urang Minang nan kito junjuang pacik arek, indak kalapuak dek hujan, indak ka lakang dek paneh, adaik basandi syarak, syarak basandi kitabullah, ka nan Satu juo kito pulangkan. Sakian sambah kami hantakan, untuak alek nan kami muliakan.
Kemudian untaian kata pembuka ini akan disambut oleh yang dituakan di pihak tamu undangan.
Ka bakeh datuak Rajo Khatib, kami sampaikan sambah kami..
Dek kami lai baduo batigo, sanak sudaro nan a;ah rapek papek tangah rumah, ijinkanlah kami nak baiyo, buliah nak bulek kato jo mufakat,
Kemudian mereka berembuk sebentar, menyangkut kelengkapan hidangan dan susunan yang diketengahkan, apa ada salah janggalnya. Kemudian ia akan mnelanjutkan sembahan sebagai berikut.
Ka bakeh Datuak Rajo Khatib..
Sudah baiyo kami basamo, manilai alue jo patuik, bak kain salarai banang, pusek jalo tumpuan ikan, angin mandaru tandonyo badai, gabak dihulu tando ka hujan, alah patuik dek baturuik, alah rancak dek batali, tali dielo nyo manuruik, rancak basusun jari nan sapuluah, alah sanang hati kami, alah sero di kiro-kiro, kok duduak yo lah baselo, kok sanda yo lah babanta, alah tapek bana dek alek nan datang nangko, kami mandanga himbau dari jauah, kami mndanga barito dunsanak kami, urang sadang baralek, anak nan dapek jo jodohnyo, nan maundang kami kamariko, ka rumah rang kayo Siti Aminah, kamanakan dek Datuak Rajo Khatib, kan iyo baitu mah yo Datuak.
Iyolah, tapek bana dek Kari Marajo, baitu bana mukasuik kami, iyo gadang hati kami, alah datang urang kampuang alah datang dunsanak sadonyo, mamanuhi undangan kami, baitu ba adaik limbago kito. Adaik nan indak buliah kito langga, adaik nan diparadikkan, sajak enek moyang kito, turun tamurun sampai kini, kito junjuang tinggi kito hormati.
Bapulangkan sambah baliak ka Kari Marajo..
Ka bakeh Datuak Rajo Khatib..
Dek baitu bana putiahnyo hati Datuak sarato rangkayo nan punyo rumah, kok dipihak kami, nan sangajo mamijak janjang, basalam masuak rumah, iyo mangambirakan alek nangko, alah tapek dimato kami, indak ado lai salah janganyo, lah sasuai jo adaik kito, alah manuruik limbago nan dipusakoi, kami manunggu titah dari Datuak.
Ka bakeh Kari Marajo jo alek kasadonyo..
Kok baitu baritonyo, iolah sanang hati kami, alah sajuak malah kiro-kiro, hanyo kami mamintak bakeh Kari, kok ado ulama kito, mambacokan Bismillah kito samo-samo, kok hidangan mintak dimakan, kok aie mintak diminum.
Jungkekkanlah dek Kari, bia nak dipatiangkan pulo disiko.
Bismillah,...
Maka mulailah acara makan bersama dengan undangan semuanya.
Sedangkan untuk pesta esok harinya, itu mengikuti acara hidangan ala prasmanan biasa.
Yang menarik adalah saling kunjung antara keluarga penganten pada keesokan harinya.
Acara ini dimulai dengan ”acara jemputan”, yaitu datangnya utusan penganten perempuan pada malam hari untuk menjemput penganten laki-laki keesokan harinya.
Utusan ini biasanya ada tiga orang, yaitu dua orang dewasa laki dan perempuan serta seorang remaja yang bertugas membawa sirih dengan carano.
Utusan ini disambut oleh para ninik mamak penganten laki-laki secara adat, karena utusan juga datang secara adat dengan membawa sirih di carano.
Acara jemputan di akhiri dengan makan malam bersama, dan kemudian utusan minta diri pulang, dan mereka akan melapor kepada Datuak mereka, bahwa jemputan telah dilaksanakan dan telah disambut baik oleh pihak [enganten laki-laki.
Keesokan harinya, sekitar jam 10 pagi, datanglah arakan penganten laki-laki ke rumah penganten perempuan. Kalau dekat dengan jalan kaki yang dimeriahkan dengan musik rebana. Kalau jaraknya jauh misalnya antar kota, akan menggunakan mobil yang dihias.
Rombongan penganten laki-laki ini juga akan disambut dengan acara pasambahan, dan sepasang penganten akan bersanding di pelaminan.
Kemudian sebelum zuhur penganten laki-laki akan pulang kembali bersama rombongan.
Setelah waktu zhuhur, rombongan penganten perempuan akan berkunjung kerumah penganten laki-laki.
Mereka tinggal sampai lewat waktu ashar. Dan kemudian kedua penganten akan kembali kerumah anak daro dan marapulai dengan ”anak kabau” atau pengiringnya seorang lelaki remaja akan tinggal di rumah si anak daro.
Malamnya mulailah ”malam pertama” anak daro jo marapulai tersebut.
Dan resmilah mereka menjadi suami-isteri.
Selesailah alek ini.
Dan setiap baralek dikampuang saya dulu, selalu didahului oleh ”acara mangalah” di Batang Anai.
Di kampung saya dulu sekitar tahun enampuluhan, lingkungan alamnya masih amat bagus dan disebut sebagai masih lestari. Banyak pohon di hutan, dan semak-semaknya masih asri yang dihuni oleh binatang seperti rusa, babi, kancil, juga harimau. Sungainya masih jernih. Batang Anai adalah sebuah sungai berair deras yang agak besar mengalir di tengah kampung. Sumber airnya berasal dari gunung Singgalang di daerah Padang Panjang.
Di kampung saya, di perut Batang Anai masih banyak ditemukan ikan garing, ikan kulari, ikan panjang, ikan mungkuih, situkah, kapareh, baung dan lain-lain.
Kalau ada mau perhelatan di kampung, biasanya pada tiga hari sebelum hari pesta, pemuda kampung mengadakan musyawarah untuk menangkap ikan untuk membuat pangek ikan. Pangek ikan merupakan lauk yang wajib ada sewaktu pesta pernikahan.
Di sepanjang Batang Anai biasanya ada cabang sungai yang disebut Anak Aie yang bisa panjangnya samapi tiga kilometer.
Nah, para pemuda ini esok harinya akan ”mengalah” atau menangkap ikan di Anak Aie ini.
Di hulunya atau ditempat air masuk yang biasanya lebarnya sampai 10 meter dipokok atau disumbat dengan menyusun batu-batu yang kemudian ditutup dengan lumpur sawah dan daun-daun. Anak Aie dikeringkan dengan menyumbat hulunya itu.
Setelah kering, mulailah beramai-ramai pemuda ini menangkap ikan yang terperangkap karena kekeringan. Biasanya dengan mudah dicokok ikan gariang, kulari, baung, mungkuhi biasanya yang paling banyak, udang, juga ikan panjang.
Dari hulu sampai kemuaranya Anak Aie ini ditelusuri untuk menangkap ikan.
Banyak juga yang dapat biasanya bisa sekitar lima puluh kilo. Setelah dirasa cukup untuk keperluan alek, sumbat di hulu kembali dibuka dan air akan mengalir lagi ke Anak Aie. Anak Aie ini biasanya digunakan untuk mengairi sawah.
Pada saat mengalah inilah kegiatan gotong royong dan kekompakan pemuda kelihatan. Biasanya kegiatan mengalah ini diberitahukan sekitar satu bulan sebelumnya ke semua anak negeri. Pemuda yang belajar di kota seperti di Padang, Padangpanjang, Bukittinggi akan pulang dan beramai-ramai mereka mengikuti acara mangalah ini.
Pada malam harinya, biasanya pangek ikan hasil mengalah ini sudah matang oleh ibu-ibu.
Dan pangek ikan kecil-kecil biasanya akan dimakan beramai-ramai oleh pemuda yang mengikuti acara mangalah siang harinya. Nah, malam hari ini akan meriah sekali, karena para gadis-gadis akan ikut ”menating” atau mengantarkan piring yang berisi lauk pauk kedepan para pemuda.
Dan kegiatan ini biasanya akan diiringi dengan meniup saluang oleh tukang saluang dan diiringi oleh dendang atau nyanyian oleh penyanyinya.
Nyanyiannya biasanya bernada sedih, kisah kasih asmara, kisah perantauan seperti lagu Singgalang, Mudiak Arau, Ondeh Mandeh, dan lain-lain.
Basaluang bisa sampai waktu subuh. Dan usainya biasanya setelah terdengar azan subuh.
Pada malam harinya akan dilanjutkan dengan acara “malam bainai”, yaitu memberi warna kuku si pengantin perempuan dengan inai, yaitu daun inai yang digiling halus dan kemudian ditempelkan ke kuku jari si perempuan.
Pada malam bainai ini rumah pengantin wanita akan ramai oleh para gadis-gadis, yang mencandai pengantin perempuan yang amat beruntung telah mendapatkan jodohnya.
Bila kebetulan pengantin laki-laki adalah memang pilihan hatinya, akan terdengarlah canda ria sipengantin dengan para teman-temannya.
Namun, bila seandainya si pengantin perempuan hanya dijodohkan oleh keluarganya yang merupakan laki-laki yang kurang disenanginya, biasanya pengantin perempuan akn merengut dan menangis. Ia akan dihibur oleh teman-temannya dengan nyanyian penganten.
Malam-malam ka tigo yo mamak,
Malam-malam ba inai, yo sayang,
Anak Daro yo mamak,
Jo Marapulai
Dan di rumah penganten laki-laki akan ramai oleh para pemuda teman-temanya karena diadakan acara batagak gala.
Batagak gala adalah pemberian gelar sesuai adat Minang terhadap seorang pemuda yang telah mendapatkan jodoh dan dinikahkan dengan seoraong wanita.
Gala atau gelar yang diberikan biasanya dicarikan oleh Mamak atau Datuak Suku si penganten, yang diambilkan dari gelar suku bapaknya. Dicarilah gelar yang sudah lama terletak atau si pemilik gelar sudah meninggal. Misalnya gelar Sutan Makhudum dari suku Koto. Sutan Bandaro dari suku Jambak, Sutan Rajo Ameh dari suku Jambak, sutan Pamuncak dari suku Panyalai, dan lain-lain.
Ada Sutan Mangkuto, Sutan Diateh, Sutan Pamenan, Rajo Sutan, namun semuanya diawali dengan sebutan Sutan, yang menandakan bahwa itu gelar orang Minang.
Setelah menikah dan mendapat gelar, laki-laki Minang akan dipanggil gelarnya, dan nama kecilnya akan jarang di sebut orang.
Baralek atau pesta dalam adat Minang memang suatu kegiatan bersama dan disebutnya dengan gotong royong.
Bila telah disepakati oleh kedua belah pihak kapan diadakan pesta pernikahan, maka disusunlah acara yang harus ditempuh.
Maka acara pertama adalah “mangalah”, kemudian diikuti dengan “batagak gala”, kemudian baru “baralek” atau pesta pernikahan.
Untuk memberi tahu orang kampung, maka akan diutus dua orang pemuda untuk penganten laki-laki dan dua orang gadis untuk penganten perempuan.
Si “pemanggil” mereka disebutnya, akan mendatangi semua rumah untuk memberi tahu akan acara pernikahan tersebut sekalian mengundang untuk datang.
Kami diutus oleh Datuk Rajo Khatib, penghulu kami untuk mengundang bapak/ibu/saudara/saudari datang untuk acara pernikahan anak kemenakan kami si Fulan dengan si Wati, tanggal lima hari Kemis untuk mengalah, hari Jum’at menikah dan batagak gala, serta hari Sabtu malam Minggu pesta pernikahan.
Demikian kalimat yang diucapkan oleh si pemanggil sambil ia mengeluarkan sirih dan kapurnya yang ia bawa.
Si empunya rumah, akan mengambil sirih atau hanya memegang dan menyobek saja sebagai syarat telah menerima berita.
Pada hari perhelatan biasanya ibu-ibu akan membawa beras 1 liter yang diserahkan ke rumah si penganten.
Dan satu hari sebelumnya para ibu-ibu akan datang ramai-ramai kerumah si penganten untuk “mamasak” lauk pauk seperti; pangek ikan, rendang, kalio, goreng taruang, gulai cubadak, gulai kamumu, pargedel, nasi kuniang, ayam singgang, wajik.
Suasana kekeluargaan akan terasa kental sekali saat ini. Semuanya bergembira. Dapur khusus dibuat di luar rumah untuk memasak makanan sebanyak itu.
Pada acara ini yang jadi raja sehari ”Marapulai” sebutan untuk penganten pria, dan ”Anak Daro” sebutan untuk penganten perempuan.
Pakaian marapulai adalah pakaian datuk dengan deta di kepala, sedangkan anak daro memakai suntiang di kepalanya.
Tamu undangan akan datang dengan masing-masing pihaknya.
Untuk urang sumando, ninik mamak, alim ulama dan cadaik pandai (orang terpandang di kampuan) akan datang pada malam sebelum acara perhelatan.
Semua hidangan diletakkan secara ”adat”.
Induk jamba biasanya, ikan besar yang digoreng tanpa dipotong-potong, ayam singgang, semur daging, pangek dagiang, akan diletakkan di pangka dan khusus untuk para ninik mamak dan alim ulama.
Mereka duduk dibawah tirai yang dipasang dilangik-langik, dan dinding ruangan ditutup tabir, dan lantai dialasi dengan permadani.
Hidangan yang lain seperti pangek ikan, gulai kamumu, goreng taruang, randang, goreng talue, kalio, akan diatur di bawahnya, yang diselang selingi dengan wajik dan nasi kuniang (beras ketan yang diwarnai dengan kunyit dimasak sehingga bewarna kuning).
Sebelum makan akan didahului oleh petatah petitih yang disebut dengan ”acara pasambahan”, yaitu berjawab kata yang disusun rapi menyangkut penyampaian terima kasih pada undangan yang telah datang, dan supaya makanan dimakan serta air minta diminum.
Namun, acara ini bisa memakan waktu samaoiu 1 jam lebih karena akan ada bumbu kata-kata dalam bahasa Minang yang diucapkan secara kias.
Pesambahan dimulai dengan kata pembukaan oleh si pangka auat tuan rumah, dan diteruskan oleh pengetua adat atau datuk, dan akan disambut oleh wakil alek atau tamu undangan.
Ada kata-kata seperti berikut:
Indak dikami pihak sipangka, anak kemenakan datuak Rajo Khatib, mahaturkan sambah kabakeh alek kami, kok dari lurah alah mandaki, dari bukik alah manurun, tampak jauah lah lah jaleh bana, tampak dakek lah tacogok, alah sanang hati kami, alah sajuak malah kiro-kiro, salam jo sambah kami haturkan kabakeh niniak mamak, alim ulama cadiak pandai, basa batuah, sarato alek kasadonyo.
Maminta ijin kami ka Datuak, yang mulie Datuak Rajo Khatib, ateh namo si pangka, sasudah baiyo kami badunsanak, tungku nan tigo sajarangan, kok bulek lah buliah di golongkan, kok picak nak dilayangkan, mamohon kami ka alek, untuak mamintak kasadiaan mancicipi hidangan kami, nan sangajo kaki katangahkan, mamanuhi aturan adat jo limbago iyo adat kita urang Minang nan kito junjuang pacik arek, indak kalapuak dek hujan, indak ka lakang dek paneh, adaik basandi syarak, syarak basandi kitabullah, ka nan Satu juo kito pulangkan. Sakian sambah kami hantakan, untuak alek nan kami muliakan.
Kemudian untaian kata pembuka ini akan disambut oleh yang dituakan di pihak tamu undangan.
Ka bakeh datuak Rajo Khatib, kami sampaikan sambah kami..
Dek kami lai baduo batigo, sanak sudaro nan a;ah rapek papek tangah rumah, ijinkanlah kami nak baiyo, buliah nak bulek kato jo mufakat,
Kemudian mereka berembuk sebentar, menyangkut kelengkapan hidangan dan susunan yang diketengahkan, apa ada salah janggalnya. Kemudian ia akan mnelanjutkan sembahan sebagai berikut.
Ka bakeh Datuak Rajo Khatib..
Sudah baiyo kami basamo, manilai alue jo patuik, bak kain salarai banang, pusek jalo tumpuan ikan, angin mandaru tandonyo badai, gabak dihulu tando ka hujan, alah patuik dek baturuik, alah rancak dek batali, tali dielo nyo manuruik, rancak basusun jari nan sapuluah, alah sanang hati kami, alah sero di kiro-kiro, kok duduak yo lah baselo, kok sanda yo lah babanta, alah tapek bana dek alek nan datang nangko, kami mandanga himbau dari jauah, kami mndanga barito dunsanak kami, urang sadang baralek, anak nan dapek jo jodohnyo, nan maundang kami kamariko, ka rumah rang kayo Siti Aminah, kamanakan dek Datuak Rajo Khatib, kan iyo baitu mah yo Datuak.
Iyolah, tapek bana dek Kari Marajo, baitu bana mukasuik kami, iyo gadang hati kami, alah datang urang kampuang alah datang dunsanak sadonyo, mamanuhi undangan kami, baitu ba adaik limbago kito. Adaik nan indak buliah kito langga, adaik nan diparadikkan, sajak enek moyang kito, turun tamurun sampai kini, kito junjuang tinggi kito hormati.
Bapulangkan sambah baliak ka Kari Marajo..
Ka bakeh Datuak Rajo Khatib..
Dek baitu bana putiahnyo hati Datuak sarato rangkayo nan punyo rumah, kok dipihak kami, nan sangajo mamijak janjang, basalam masuak rumah, iyo mangambirakan alek nangko, alah tapek dimato kami, indak ado lai salah janganyo, lah sasuai jo adaik kito, alah manuruik limbago nan dipusakoi, kami manunggu titah dari Datuak.
Ka bakeh Kari Marajo jo alek kasadonyo..
Kok baitu baritonyo, iolah sanang hati kami, alah sajuak malah kiro-kiro, hanyo kami mamintak bakeh Kari, kok ado ulama kito, mambacokan Bismillah kito samo-samo, kok hidangan mintak dimakan, kok aie mintak diminum.
Jungkekkanlah dek Kari, bia nak dipatiangkan pulo disiko.
Bismillah,...
Maka mulailah acara makan bersama dengan undangan semuanya.
Sedangkan untuk pesta esok harinya, itu mengikuti acara hidangan ala prasmanan biasa.
Yang menarik adalah saling kunjung antara keluarga penganten pada keesokan harinya.
Acara ini dimulai dengan ”acara jemputan”, yaitu datangnya utusan penganten perempuan pada malam hari untuk menjemput penganten laki-laki keesokan harinya.
Utusan ini biasanya ada tiga orang, yaitu dua orang dewasa laki dan perempuan serta seorang remaja yang bertugas membawa sirih dengan carano.
Utusan ini disambut oleh para ninik mamak penganten laki-laki secara adat, karena utusan juga datang secara adat dengan membawa sirih di carano.
Acara jemputan di akhiri dengan makan malam bersama, dan kemudian utusan minta diri pulang, dan mereka akan melapor kepada Datuak mereka, bahwa jemputan telah dilaksanakan dan telah disambut baik oleh pihak [enganten laki-laki.
Keesokan harinya, sekitar jam 10 pagi, datanglah arakan penganten laki-laki ke rumah penganten perempuan. Kalau dekat dengan jalan kaki yang dimeriahkan dengan musik rebana. Kalau jaraknya jauh misalnya antar kota, akan menggunakan mobil yang dihias.
Rombongan penganten laki-laki ini juga akan disambut dengan acara pasambahan, dan sepasang penganten akan bersanding di pelaminan.
Kemudian sebelum zuhur penganten laki-laki akan pulang kembali bersama rombongan.
Setelah waktu zhuhur, rombongan penganten perempuan akan berkunjung kerumah penganten laki-laki.
Mereka tinggal sampai lewat waktu ashar. Dan kemudian kedua penganten akan kembali kerumah anak daro dan marapulai dengan ”anak kabau” atau pengiringnya seorang lelaki remaja akan tinggal di rumah si anak daro.
Malamnya mulailah ”malam pertama” anak daro jo marapulai tersebut.
Dan resmilah mereka menjadi suami-isteri.
Selesailah alek ini.
Dan setiap baralek dikampuang saya dulu, selalu didahului oleh ”acara mangalah” di Batang Anai.
Langgan:
Catatan (Atom)