Jumaat, 29 April 2011

AHLI BIOLOGI

OLEH: DASRIELNOEHA

Ia memang seorang ahli bilogi. Oleh sekolahnya ia digelari Mahaguru. Mahasiswanya mengakuinya sebagai Mbahnya Hayati. Di rumah ia seorang suami, seorang bapak, dan seorang pesuruh dirinya sendiri. Isterinya berkata,
"Sudahlah Pa, masuklah kerumah, hari sudah mulai hujan, lama betul Papa di kebun itu".
Namun, ia tetap saja mencongkel tanah, ia asyik mengaduk dan menggembur tanah dengan pupuk yang dibuatkan oleh rekannya seorang Mahaguru Kimia yang kepalanya telah lama botak dimakan rumus-rumus. Ia asyik menghadapi tanaman kesayangannya; sebatang tebu, sebatang pohon cabe rawit, sebatang singkong, sebatang pohon apel, dan sebatang pohon mangga. Ditangannya ada pula sebuah buku tebal yang sudah lusuh karena bertahun-tahun ia bolak balik, untuk menemukan yang dicarinya. Ia ingin buah apelnya semanis tebu, dan buah cabe rawitnya semanis apel, dan umbi singkongnya tumbuh di dahan singkong dan bukan di tanah, sehingga ia tidak perlu menggali tanah kalau isterinya menginginkan menggoreng singkong. Namun penantian itu tidak kunjung tiba, cabe rawit tetap pedas, tebu tetap pohonnya manis, apel tetap kurang manis, dan mangga tetap tidak mau secantik buah apel. Ia berpikir percuma aku seorang Mahaguru Bilogi karena mengatur empat jenis pohon ini saja aku tidak becus, pada hal aku tanam di tanah yang sepuluh meter persegi ini. Sang professor lupa, bahwa makhluk Allah yang tumbuh ditanah itu telah Ia Beri dengan Sunah-Nya sendiri-sendiri. Proses tumbuhnya tebu dan kapan batang tebu itu mengumpulkan gula hanya Ia yang sanggup Mengaturnya. Buah cabe yang kelihatan merah menyala diisi oleh Allah dengan semacam zat asam yang berasa pedas namun berkhasiat menyembuhkan penyakit. Ia tidak akan menyerap gulanya tebu walaupun mereka tumbuh dan hidup pada tanah yang hanya satu meter persegi dan pohonnya berdekatan, dan sebaliknya tebu tidak akan pedas rasa pohonnya, tetap saja manis. Itulah Kuasanya Tuhan, Allah Maha Tinggi.

Maka apakah mereka tidak memperhatikan bagaimana unta diciptakan, dan langit bagaimana ia ditinggikan, dan gunung-gunung bagaimana ia ditegakkan, dan bumi bagaimana ia dihamparkan, maka berilah peringatan, karena kamu sesungguhnya hanyalah orang yang memberi peringatan, Kamu bukanlah orang yang berkuasa atas mereka (QS Al Ghaasiyah ayat 17-18-19-20- 21-22).

Ia baru tersadar setelah isterinya berteriak, " Kesini, hai professor sinting hujan begini deras masih saja di kebon", dan ia lari masuk rumah dengan basah kuyup.
Dengan wajah bengong sang professor, masuk ke kamar mandi, dan ia menyambar handuk yang tergantung di kapstok yang di pakukan ke dinding kamar mandi yang mengkilat karena telah dipasangi dengan dinding keramik merek Essenza yang bewarna putih mengkilat dan diselang selingi dengan bunga.
“Aha..ha…besok aku cabuti semua tanaman yang tidak mau aku atur itu, lebih baik aku tanami bunga saja, biar cantik bewarna pekaranganku”, kata pak professor dalam hatinya.
Byur..ia sirami tubuhnya dengan air selagi masih berpakaian.
Hi…hi,,dinginnya air ini, keluhnya.
Malamnya sang professor yang ahli biology itu bermimpi. Ia didatangi seekor burung yang hinggap mematok kepalanya sampai rambutnya gugur dan tercabut semua. Ia berteriak, jangan, jangan cabut rambutku. Burung itu terbang, namun ia kemudian hinggap lagi. Kali ini ia hinggap di hidung si professor. Lalu burung itu mematuk giginya. Aduuh, sakit jerit si professor. Kemudian ia terbangun, hari sudah mulai terang. Ia kemudian ke kamar mandi. Ia gosok gigi, dan teng sebuah giginya jatuh karena telah lapuk akarnya. Gigi itu kuning. Hah, heran si professor, kemaren kan kamu saya kasih obat pemutih, kenapa kamu tetap kuning, kamu menyalahi aspek organic dan pertumbuhan sel, katanya lagi. Air di wastafel agak susah turun dari discharge-nya. Rupanya ada segumpal rambut yang menyumbat disitu. Rambut professor rupanya banyak gugur pagi itu. Sekarang kepalanya benar-benar sudah botak.
Apa ya obat yang bagus untuk kembali menanam rambut ini, keluhnya sambil ia berlari ke laboratoriumnya.

Tiada ulasan:

Catat Ulasan