Khamis, 28 April 2011

AYAH MATI, IBU HILANG

OLEH: DASRIELNOEHA
(Sebuah Puisi Kenangan kepada perang PRRI)

Suatu hari di sebuah huma
Dipinggir Desa yang terlupa
Di dalam gubuk yang sudah tua
Ada dua anak manusia
Terlunta lunta nasib mereka
Oleh karena sebuah peristiwa
Perang yang kejam menyiksa mereka

Ada seorang Cucu bertanya pada neneknya
Di sela derai air mata
Hujan yang deras tak terkira
Angin dingin menerpa keduanya
Cucu yang kurus meringkuk di pangkuan neneknya
Selendang lusuh menyeka si air mata
Bertambah lusuh ditangan nenek yang renta

Nek, mana ayahanda hamba kok tidak pulang-pulang
Sudah putih mata hamba terus memandang
Hamba ingat pada suatu petang
Di ujung jalan nan bersimpang
Tempat dulu ia menghilang
Dipeluk Bunda dari belakang
Ayah telah lari lintang pukang
Katanya akan pergi berperang
Masuk hutan ke balik alang alang

Nek, dimana pula bunda hamba kini
Kenapa dia tidak kembali lagi
Sudah kering air mata hamba sedari pagi
Rindu ke bunda tidak terperi
Air kuminum serasa duri
Bunda berkata hanya pergi sehari
Ini sudah bertahun tidak juga kembali
Dia di panggil oleh inyiak wali nagari
Sehabis subuh bunda pergi
Di simpang yang sama bunda tidak terlihat lagi
Menghilang ia sampai kini

Nenek bertutur pada sang cucu
Air matanya mengalir satu satu
Wahai cucu nenek juga tidaklah tahu
Kemana perginya anak dan mantu
Hanya Allah Yang Maha Tahu

Perang ini sunguh tidak mau mengaku
Merenggut ayahmu dan bundamu
Entah di mana dia putraku
Kok hidup jenguklah aku
Jemputlah Bunda bersamamu
Kok mati dimana kuburmu
Tunjukkan jua pusaramu

Wahai Siti menantu hamba
Anakmu sudah gedang di pangkuan Bunda
Siti di mana engkau berada
Siti wanita yang rancak rupa
Tiap bunda tanya sama Buterpra
Katanya Siti ke kota raja
Di bawa komandan menemaninya
Bertahun sudah tidak ada kabar berita

Perang ini sudah lama usai
Tahun 61 katanya telah selesai
Si Muncak sudah balik ke Balai
Sutan Mansur juga sudah menemui Amai
Anakku Amir dimana kau merasai,
Menantuku Siti dimana engkau kan ku tenggarai
Kemana kami kan menggerajai

Cucuku kurus menanti kalian,
Tiap hari ia menangis di tepian
Melihat temannya yang bersisian
Dengan orang tua mereka sedang kucindan
Bergembira mereka berlarian
Cucuku mengintip dari balik pandan
Sambil meratap menyesali badan

Menangkap rama rama terbang bersama
Serasa kalian membawa berita
Akhirnya tangisnya membawa sengsara
Badannya makin kurus membuat iba
Entah kan Selasa atau Rabaa
Kalian akan di susulnya kata nya menghiba

Waahai Amir dan Siti dengarlah Bunda
Wahai ananda nan berdua
Tempat kami mencurahkan cinta
Tidak kuat lagi rasanya menderita
Akibat perang sudah terasa
Bunda dan cucu sungguh menderita
Biarlah kami menyusul ananda
Biar di Surga kita bersuanya
Entah nanti malam akan tiba
Janjian kita pada Maha Kuasa,
Tunggulah kami di Alam Sana.

Tiada ulasan:

Catat Ulasan