Jumaat, 29 April 2011

AYAHKU PEJUANG

OLEH: DASRIELNOEHA

Di sebuah gubuk di pinggir rel kereta api. Sudah lama ada cerita duka. Cerita duka antara seorang gadis kecil dan neneknya.

“Nek, kata orang hari ini hari raya, apa maksudnya ya nek”.

Seorang anak perempuan umur lima tahunan bertanya kepada seorang tua yang ia panggil nenek. Mereka tinggal dalam sebuah rumah gubuk dipinggir rel kereta api sekitar Tanah Tinggi di Senen. Si nenek tiap hari akan datang ke proyek Senen untuk mengumpulkan plastik bekas yanng berserakan di pasar rakyat Jakarta Pusat itu. Si anak perempuan kemudian ikut membantu neneknya membersihkan plastik itu untuk kemudian ia jual ke seorang pengepul yang setiap minggu datang dengan gerobaknya. Tidak banyak penghasilan nenek itu, hanya sekitar seratus ribu rupiah tiap minggunya. Namun, uang itu cukup buat makan mereka berdua. Biasanya neneknya membawakan sebungkus nasi Padang yang ia dapat dari sebuah warung Padang di tengar pasar itu. Karena si nenek juga suka membantu mencuci piring di situ. Nasi sebungkus itu cukup untuk makan malam mereka berdua.
“Ya hari kan hari lebaran, orang-orang bergembira setelah puasa satu bulan penuh”, jawab si nenek.
“Jadi hari ini nenek tidak ke pasar?”
“Tidak, kan pasar tutup, biarlah nenek di rumah, sekalian istirahat, kata nenek lagi.
“Oh ya, saya boleh main dengan si Mira ya nek”. Mira adalah sahabat Aisyah tetangga gubuk sebelah yang juga anak pemulung yang tinggal di tepi rel itu.
“Nduk, sini tukar bajumu, kata neneknya sambil mengambil sehelai blus dari dalam kardus. Nduk ini pakai baju pembelian mamamu, sebelum ia pergi.
“Nek, aku kangen sama mama”, Aisyah memandang neneknya, dan suaranya melemah.
“Nenek juga kangen nduk”, nenek membelai rambut Aisyah. Dan air matanya mulai meleleh. Ia teringat akan putrinya Retno yang telah tiada.
Retno, ibunya Aisyah sudah dua tahun meninggal. Ia meninggal karena kecelakaan di Mangga Besar tempatnya bekerja sebagai seorang pramuria sebuah Karaoke. Malam itu setelah selesai tugas, ia akan diantar pulang oleh tukang ojek langganannya. Namun, malang seorang anak muda mabuk yang mengendarai mobil dengan kencang menabrak motor ojek yang ia tumpang. Tukang ojek dan Retno meninggal di tempat itu juga.
Retno adalah seorang wanita cantik. Mereka tadinya tinggal di Malang Jawa Timur. Retno lulusan SMA di kota itu. Ia tidak sekolah lagi, karena ia berpacaran dengan Sartono teman sekelasnya. Sartono masuk tentara setelah lulus SMA. Kemudian mereka kawin. Setahun setelah itu lahirlah Aisyah. Pada saat Aisyah berumur enam bulan, Sartono dikirim oleh kesatuannya ke Aceh untuk tugas tempur melawan GPK.
Tepat pada saat Aisyah ulang tahun pertama, datanglah kabar yang menyedihkan dan sekali gus meruntuhkan cinta Retno. Sartono gugur dalam tugas. Ia tertembak oleh GPK pada saat terjadi kontak senjata di pinggir kota, disebuah bukit kecil di Lhok Sukon. Akhirnya, mereka Retno, ibunya dan Aisyah menuju Jakarta untuk mengadu nasib. Pada tahun pertama kehidupan mereka, baik-baik saja. Retno yang cantik dengan cepat mendapat pekerjaan sebagai pramuria disebuah pusat karaoke, dan ibunya berjualan kue. Mereka menyewa sebuah kamar kecil di Johar dekat dengan pasar Senen. Retno mulai berkenalan dan berpacaran dengan Budi seorang satpam yang bertugas di karaoke itu.
Begitulah takdir mereka, setahun setelah itu terjadilah peristiwa kecelakaan yang merenggut nyawa Retno. Tinggallah Aisyah dan neneknya berdua. Akhirnya mereka pindah ke gubuk di rel kereta api, dan nenek lalu menjadi pemulung di pasar.
“Nenek kenapa menangis, tanya Aisyah.
“Ah, tidak, nenek tidak menangis nduk, Nenek senang lihat kamu cantik memakai baju itu, persis ibumu”.
“Ibuku cantik ya nek”.
“Iya, cantik sekali”.
“Kenapa ibu tidak pulang-pulang nek, Aisyah kangen ibu”.
“Nduk, ibumu pergi jauh, jauh sekali”.
“Ibunya Mira kalau pergi, selalu pulang kerumah, kenapa ibu Aisyah tidak pulang-pulang nek, pergi kemana ia”.
Ah, cucuku yang malang, hati nenek runtuh dengan kesedihan. Ia sangat risau memikirkan nasib cucunya ini. Cucunya yang telah yatim piatu. Sedangkan ia telah tua, dengan siapa cucuku tinggal nanti, bila umurku habis dan aku dipanggil oleh Yang Maha Kuasa?, air mata kembali meleleh dipipi nenek itu.
« Nek, ayahku mana ya nek?, Aisyah bertanya lagi.
“Ayahmu sedang berjuang nduk, dan ia tetap akan jadi pejuang”.
“Kalau begitu aku anak pejuang ya nek, hore aku anak pejuang teriak Aisyah sambil lari ke sebelah menemui temannya Mira.
Ya, sayang, kamu adalah anak pejuang. Ibu dan ayahmu adalah pejuang dan mereka telah berjuang menghadapi hidup dan nasibnya masing-masing. Moga-moga engkau akan besar dengan jiwa mereka, dan moga-moga Allah memeliharamu nduk, do’a si nenek sambil merebahkan dirinya di sebuah bangku kayu di dalam gubuk itu.

Tiada ulasan:

Catat Ulasan